
Kiev Berpotensi Jatuh, Bursa Asia-Pasifik Dibuka Memerah Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka terkoreksi pada perdagangan Rabu (2/3/2022), karena konflik antara Rusia dengan Ukraina kembali memanas meski perundingan tahap pertama antar keduanya telah berlangsung kemarin.
Indeks Nikkei Jepang dibuka ambles 1,11%, Hang Seng Hong Kong ambrol 1,03%, Shanghai Composite China melemah 0,48%, Straits Times Singapura terkoreksi 0,57%, dan KOSPI Korea Selatan turun 0,17%.
Sementara itu, indeks ASX 200 Australia juga turun 0,17%. Koreksinya indeks ASX 200 terjadi di tengah perilisan data pertumbuhan ekonomi Negeri Kanguru pada kuartal keempat tahun 2021.
Pertumbuhan ekonomi Australia pada kuartal IV-2021 dilaporkan rebound kuat. Hal ini karena adanya pelonggaran dari pembatasan wilayah (lockdown) virus corona (Covid-19) pada akhir tahun lalu yang membuat belanja konsumen kembali meningkat.
Biro Statistik Australia melaporkan Produk Domestik Bruto (PDB) melonjak 3,4% pada kuartal IV-2021 secara kuartalan (quarter-to-quarter/QtQ), dari sebelumnya pada kuartal III-2021 sebesar -1,9%.
Sedangkan secara tahunan (year-on-year/YoY), PDB Negeri Kanguru pada kuartal IV-2021 juga tumbuh menjadi 4,2%, dari sebelumnya pada periode yang sama tahun 2020 sebesar 3,9%.
Investor di Asia-Pasifik kembali merespons negatif dari konflik antara Rusia dengan Ukraina yang masih memanas hingga hari ini.
Bursa Asia-Pasifik yang cenderung terkoreksi pada hari ini juga cenderung mengikuti pergerakan bursa saham Amerika Serikat (AS) yang kembali berjatuhan pada perdagangan Selasa waktu setempat.
Indeks Dow Jones ditutup ambruk 1,76% ke level 33.294,949 dan S&P 500 ambles 1,55% ke posisi 4.306,19. Sedangkan indeks Nasdaq yang sebelumnya sempat rebound pada perdagangan Senin lalu, pada penutupan perdagangan kemarin kembali ambruk 1,59% ke level 13.532,46.
Konflik Rusia-Ukraina kembali memanas meski perundingan tahap pertama antar keduanya telah dilakukan kemarin.
Hal ini terlihat dari foto kamera satelit yang diambil oleh perusahaan Maxar Technologies AS, menunjukkan konvoi besar pasukan Rusia menuju Kiev. Panjang konvoi tersebut sekitar 65 kilometer, yang memicu kekhawatiran jatuhnya ibu kota Ukraina.
Pergerakan pasukan Rusia tersebut diperkirakan menjadi sinyal akan serangan yang militer yang lebih besar ke Kiev dan kota besar lainnya dalam beberapa hari ke depan.
Operasi militer yang dilakukan Rusia tersebut membuatnya dikenakan berbagai macam sanksi ekonomi oleh AS dan Negara Barat lainnya, sehingga memicu volatilitas tinggi di pasar finansial global.
"Volatilitas meningkat setelah dinding kekhawatiran terus meningkat. Ketakpastian geopolitik, lonjakan inflasi, kenaikan suku bunga acuan dan rusaknya tren harga teknikal memperberat sentimen dan harga saham," tutur Kepala Perencana Saham Bank Wealth Management, Terry Sandven seperti dikutip CNBC International.
Salah satu sanksi yang diberikan yakni dikeluarkannya rusia dari SWIFT (Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication).
SWIFT merupakan jaringan pengiriman pesan yang digunakan oleh bank dan lembaga keuangan lainnya untuk mengirim dan menerima informasi transaksi dengan cepat dan aman. Misalnya saja, instruksi pengiriman dana. Sistem ini juga yang berada di balik sebagian besar transaksi pembayaran dan pengiriman dana internasional.
SWIFT kini sudah mengkoneksikan lebih dari 11 ribu institusi keuangan di lebih dari 200 negara sehingga transaksi keuangan antar negara dapat dilaksanakan.
Namun, belum jelas bagaimana SWIFT akan diterapkan. Pejabat di Gedung Putih mengatakan Uni Eropa akan memfinalisasi secara spesifik bank-bank yang akan dikeluarkan dari SWIFT.
Apalagi, jika Rusia dikeluarkan dari SWIFT, AS dan Jerman dikatakan juga akan menderita kerugian.
"Amerika Serikat dan Jerman menjadi dua negara yang paling dirugikan jika Rusia terputus dari SWIFT, sebab keduanya paling sering menggunakan SWIFT untuk berkomunikasi dengan perbankan Rusia," tulis Maria Shagina, ahli sanksi internasional, dalam sebuah artikel untuk Carnegie Moscow Center tahun lalu, sebagaimana dikutip CBC, Minggu (27/2/2022) lalu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article The Fed Segera Pangkas Suku Bunga, Bursa Asia Dibuka Sumringah
