Simak Sentimen Minggu Ini, 'Perang Dunia III' hingga Inflasi

Tri Putra, CNBC Indonesia
Senin, 28/02/2022 16:10 WIB
Foto: IHSG Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perdagangan saham libur pada awal pekan ini (28/2/2022) seiring dengan hari libur nasional memperingati Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW, dan baru akan buka kembali Selasa (1/3/2022).

Perdagangan saham pun akan kembali libur pada Kamis (3/3/2022) memperingati Hari Suci Nyepi (Tahun Baru Saka). Lantas, apa saja sentimen yang akan mempengaruhi pasar pada minggu ini, yang praktis hanya memiliki tiga hari bursa? 

Sebelum itu, ada baiknya review sedikit tentang pergerakan bursa pekan lalu. Pasar keuangan domestik terpantau melemah terbatas di sepanjang perdagangan minggu lalu (21-25 Februari 2022).


Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah tipis 0,07% dan berakhir di level 6.888,17. Sementara itu yield SUN 10 tahun yang menjadi acuan cenderung stabil di kisaran 6,50-6,51%.

Nilai tukar rupiah melemah terhadap greenback sebesar 0,28% dan ditutup di Rp 14.365/US$ di arena pasar spot.

Meskipun rupiah dan harga aset keuangan lain cenderung melemah, investor asing terpantau membukukan net buy di pasar saham.

Di pasar ekuitas asing tercatat net buy sebesar Rp 4,41 triliun di seluruh pasar. Sedangkan di pasar SBN investor asing net sell Rp 3,87 triliun pada periode 21-25 Februari.

Fokus pelaku pasar saat ini masih terkait dengan perkembangan konflik antara Rusia dan Ukraina. Di bawah komando Vladimir Putin, pasukan militer Rusia kini telah menginvasi ibu kota Ukraina Kyiv.

Konflik masih terus tereskalasi. Tidak hanya di medan perang, kisruh meluas ke ranah ekonomi. Negara-negara Barat merespons tindakan agresi militer Rusia dengan menjatuhkan berbagai sanksi ekonomi ke Negeri Beruang Merah.

Sanksi paling baru yang sedang hangat diperbincangkan adalah sanksi soal rencana mendepak Rusia dari sistem informasi lembaga keuangan global atau yang dikenal dengan SWIFT.

Dengan adanya perang, aktivitas ekonomi tentu saja menjadi terhambat. Ancaman gangguan produksi dan pasokan membuat harga komoditas membumbung tinggi.

Maklum, Rusia dan Ukraina keduanya merupakan negara Eropa Timur yang menjadi pengekspor berbagai komoditas mulai dari komoditas energi dan pangan.

Sebagai informasi, produksi minyak Rusia per harinya mencapai 10,5 juta barel (bph) atau setara dengan 11% suplai global.

Sementara itu bersama dengan Ukraina, Rusia juga memiliki kontribusi terhadap total ekspor gandum global sebesar 29%.

Akibat perang, harga minyak mentah pun naik bahkan untuk kontrak berjangka Brent sempat menyentuh level US$ 100/barel dan menguat hampir 5% dalam sepekan.

Kemudian untuk gandum, harganya naik ke kisaran level tertingginya dalam hampir 1 dekade di US$ 9,32 per 60 bushel.

Naiknya harga komoditas menjadi ancaman bagi negara-negara importir terutama mereka yang sedang dilanda inflasi tinggi seperti AS dan Eropa.

Ancaman tekanan inflasi yang semakin tinggi semakin membuka peluang bahwa volatilitas harga aset keuangan bakal meningkat.

Setidaknya sampai dengan minggu ini, perkembangan konflik Rusia - Ukraina masih akan menjadi faktor penggerak pasar.

Dari dalam negeri, pekan pertama bulan Maret akan ditandai dengan berbagai rilis data ekonomi mulai dari PMI manufaktur, inflasi hingga data wisatawan mancanegara.

Rilis data ekonomi bulan Maret akan ditandai dengan publikasi Indeks PMI manufaktur Indonesia bulan Februari 2022 oleh IHS Markit.

PMI manufaktur merupakan indeks yang mengukur aktivitas sektor manufaktur di setiap negara tak terkecuali Indonesia.

Angka PMI manufaktur Indonesia bulan Februari akan dirilis pada 1 Maret 2022. Trading Economics memperkirakan PMI manufaktur Indonesia berada di 52,9 atau turun 0,8 poin dari bulan Februari.

Meskipun mengalami penurunan, tetapi aktivitas manufaktur RI diperkirakan tetap ekspansif karena berada di atas ambang batas angka 50.

Perlambatan jika terjadi kemungkinan disebabkan oleh kenaikan kasus infeksi virus Covid-19 yang terjadi sejak awal tahun 2022.

Seperti yang sudah diketahui bersama, Indonesia resmi memasuki fase gelombang ketiga Covid-19 dengan kasus Covid-19 harian bahkan mencapai angka hampir 65 ribu pada pertengahan bulan Februari.

Selanjutnya ada rilis inflasi yang juga ditunggu-tunggu. Negara-negara lain terutama negara maju sudah mengalami lonjakan inflasi yang signifikan.

Di dalam negeri, peningkatan inflasi sudah mulai terasa namun masih tetap terkendali di rentang sasaran Bank Indonesia (BI).

Inflasi Indonesia pada Januari 2022 tercatat naik 2,18% year on year (yoy) dan menjadi kenaikan tertinggi sejak Juni 2020.

Untuk bulan Februari BI memperkirakan terjadi deflasi secara bulanan. Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu III Februari 2022, perkembangan harga pada Januari 2022 tetap terkendali dan diperkirakan deflasi -0,10% (mtm).

Dengan perkembangan tersebut, perkiraan inflasi Februari 2022 secara tahun kalender sebesar 0,46% (ytd), dan secara tahunan sebesar 1,97% (yoy).
Sampai saat ini, sepertinya inflasi belum menjadi masalah yang besar karena masih tergolong rendah dan terkendali.

Sementara untuk kedatangan wisatawan mancanegara, kemungkinan besar tidak bisa diharapkan dengan adanya kenaikan kasus Covid-19 akibat penyebaran varian Omicron.

Namun jika dilihat-lihat dari ramalan pelaku pasar, institusi riset hingga lembaga pemerintah, ekonomi Indonesia masih solid dan tetap on track pada jalur pemulihan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(vap/vap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Menguat Hingga 1% Saat Rupiah Anjlok