Jos! Masuk Tengah Hari, Rupiah Masih Menguat Lawan Dolar AS
Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah berhasil menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini (23/2/2022) setelah sempat terkoreksi kemarin, di mana tensi di Eropa Timur masih menjadi faktor utama yang membuat pasar bergejolak.
Melansir data dari Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan terapresiasi 0,15% di Rp 14.340/US$. Pada pukul 11:00 WIB, Mata Uang Garuda berada di Rp 14.351/US$ yang terapresiasi 0,03%.
Di Asia, tidak hanya rupiah yang menguat terhadap dolar, tapi Yen Jepang yang menguat 0,06% dan Singapura dolar terapresiasi 0,02%.
Eskalasi tensi geopolitik Rusia-Ukraina membuat proyeksi kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral AS (The Federal Reserve/the Fed) menjadi tidak dapat terbaca jelas. Sebab, invasi Rusia telah meningkatkan harga minyak dan gas di AS.
Komoditas tersebut menjadi kebutuhan banyak masyarakat Amerika, dan konsumsi masyarakat AS yang menggerakkan ekonomi Amerika sekitar 70%.
Harga minyak dan komoditas lainnya telah melonjak di tengah kecemasan pasar ketika Rusia mengirim militer ke Ukraina sehingga memicu AS dan negara sekutu AS untuk memberikan sanksi yang berpotensi menghambat pasokan energi karena Rusia adalah negara pemasok minyak dan gas alami.
Tidak hanya itu, Rusia juga merupakan negara eksportir terbesar gandum dan palladium. Dan juga beberapa sektor metal seperti nikel dan aluminium.
Menurut Ketua Ahli Ekonomi Moody Analytics Mark Zandi, kenaikan harga minyak sekitar US$ 10 - US$ 15/barrel akan menambah setengah persen poin secara tahunan ke angka inflasi. Pada bulan Januari, inflasi AS sudah berada di 7,5% dan diproyeksikan akan menambah rumit upaya The Fed untuk mengendalikan inflasi.
Ketua Ekonom JPMorgan Bruce Kasman memperkirakan The Fed akan menaikkan 25 basis poin suku bunga acuan di Maret, tapi jika tensi di Ukraina menurun maka kenaikan sebanyak 50 basis poin. Diprediksikan akan ada setidaknya kenaikan sebanyak 6 kali di tahun ini.
Sementara itu, Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani mengumumkan bahwa ekonomi Indonesia sudah bisa dianggap sejajar dengan AS dan China karena mampu pulih lebih cepat dari keterpurukan akibat pandemi. Dia juga menambahkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) sudah melampaui level sebelum terjadinya pandemi.
Hal tersebut tentu saja menjadi sentimen positif, di tengah tekanan eksternal seperti lonjakan harga komoditas, krisis energi dan gangguan rantai pasok yang sedang terjadi di dunia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/vap)