Fitch & Moody's Ramal Industri Penerbangan Segera Pulih
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah di seluruh dunia mayoritas sepakat untuk mulai melonggarkan pembatasan sosial dan mengubah pendekatan mereka untuk menerima Covid-19 sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari yang dapat dikelola.
Hal tersebut memberikan harapan besar bagi industri pariwisata bahwa tahun ini dan tahun-tahun mendatang, perjalanan udara kembali menggeliat.
Pandemi global dampak dari wabah virus corona merupakan peristiwa terburuk dalam sejarah modern yang mendorong kejatuhan di industri penerbangan, yang pada akhirnya memiliki efek negatif material pada metrik keuangan dan kredit maskapai penerbangan, lessor pesawat dan bandara, dan kinerja sekuritas beragun aset (asset-backed securities/ABS) pesawat dan mesin.
Perusahaan pemeringkat global, Fitch Ratings menyebut meski risiko terkait pandemi tetap ada, lonjakan lalu lintas yang nyata akan mendorong pemulihan, dengan kecepatan yang bervariasi untuk masing-masing sektor.
Bandara dan lessor pesawat telah memimpin pemulihan sektor penerbangan, sementara maskapai penerbangan tetap menjadi subsektor yang paling tertantang dengan pemulihan penuh yang berpotensi memakan waktu bertahun-tahun.
Pada titik terendah di kuartal kedua 2020, Fitch mencatat pendapatan penumpang kilometer (RPK) turun hampir 90% dari tahun ke tahun. Saat ini lalu lintas memang mulai pulih, tetapi data terbaru untuk Desember 2021 menunjukkan RPK masih turun 45% dibandingkan dengan Desember 2019.
Pemulihan memang akan memakan waktu, mengingat virus corona telah bermutasi menjadi beberapa varian baru. Terbaru adalah varian Omicron, yang menurut ahli kesehatan meskipun memiliki gejala ringan tapi lebih menular dari varian lain.
Fitch memperkirakan aktivitas lalu lintas udara akan kembali menuju level pra-pandemi pada tahun 2024 mendatang.
Selama pandemi, industri penerbangan menambah utang yang signifikan untuk menjaga likuiditas yang akan memakan waktu beberapa tahun sebelum operator kembali ke metrik kredit pra-pandemi.
Maskapai penerbangan menjadi sub-sektor yang paling sensitif terhadap pembatasan perjalanan lebih lanjut, bergantung pada durasi dan tingkat keparahan pembatasan.
"Harapan untuk pemulihan lalu lintas bandara pra-pandemi sangat bergantung pada pemisahan antara perjalanan domestik dan internasional dan sangat bervariasi berdasarkan negara/geografis dan peran bandara," tulis Fitch dalam keterangan resminya.
Fitch menambahkan bahwa bandara di wilayah yang didominasi oleh perjalanan domestik, seperti di AS dan Asia Pasifik (APAC), akan pulih lebih cepat daripada yang bergantung pada perjalanan internasional, seperti Eropa, Timur Tengah dan Afrika (EMEA).
Sebelumnya, perusahaan pemeringkat global lainnya, Moody's Investor Service, akhir tahun lalu juga merevisi outlook industri penerbangan global yang semula negatif menjadi positif.
Perubahan tersebut mencerminkan ekspektasi lembaga pemeringkatan tersebut akan peningkatan perjalanan menggunakan pesawat hingga akhir tahun 2022.
Moody's juga mengatakan ketika kondisi di pasar lain membaik dan hambatan untuk bepergian turun, kondisi pemulihan perjalanan domestik yang kala itu sudah terjadi di pasar AS akan dirasakan secara global, akan tetapi dalam kerangka waktu yang berbeda.
Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) mengumumkan prospek terbaru untuk kinerja keuangan industri penerbangan yang menunjukkan hasil yang lebih baik di tengah krisis COVID-19 yang berkelanjutan.
Kerugian industri penerbangan diprediksi kembali turun menjadi US$ 11,6 miliar tahun ini, dibandingkan dengan kerugian US$ 51,8 miliar tahun 2021 dan US$ 137,7 miliar tahun 2020.
IATA juga memprediksi permintaan perjalanan udara tahun ini akan meningkat tajam mencapai 61% dari RPK tahun 2019 sebelum masa pandemi, dengan jumlah penumpang akan tumbuh menjadi 3,4 miliar pada tahun 2022 yang mirip dengan level tahun 2014.
Pelonggaran pengetatan
Dalam hal tujuan penerbangan, wisatawan akan memiliki lebih banyak opsi daripada tahun lalu. Destinasi yang sudah lama ditutup bagi sebagian besar pelancong, termasuk Australia, Filipina, dan Bali, sudah mulai dibuka kembali.
Maskapai secara bertahap menambahkan kembali rute lama dan memperluas dengan yang baru. Rabu (16/2) pekan lalu Singapore Airlines telah melakukan penerbangan langsung ke Bali dengan memboyong 462 penumpang.
Selain itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno dalam keterangan pers mingguan Senin (21/2) kemarin mengatakan tiga maskapai asing akan membuka penerbangan ke Bali. Ketiganya adalah KLM Royal Dutch dari Belanda, Scott Tigerair dari Singapura dan Jetstars Airways dari Australia.
Gubernur Bali, Wayan Koster dalam wawancara dengan CNBC Indonesia TV juga menyebutkan akan melakukan pelonggaran pengetatan demi menghidupkan kembali industri pariwisata.
Wayan juga memastikan kesiapan Bali untuk menerapkan aturan bebas karantina bagi wisatawan turis asing didukung penerapan prokes dan CHSE (Cleanliness, Health, Safety atau keamanan dan Environment Sustainability).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(fsd/vap)