Rem Ekspansi, XL Axiata (EXCL) Anggarkan Capex Lebih Rendah

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
21 February 2022 11:15
Kantor pusat Axiata di Malaysia/REUTERS/Samsul Said/Files
Foto: Kantor pusat Axiata di Malaysia/REUTERS/Samsul Said/Files

Jakarta, CNBC Indonesia - Operator seluler PT XL Axiata Tbk (EXCL) berencana mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar Rp 9 triliun pada tahun ini.

Jumlah ini tidak jauh berbeda dari belanja modal yang digelontorkan perseroan sepanjang tahun 2021 senilai Rp 9,92 triliun.

Presiden Direktur & CEO XL Axiata, Dian Siswarini, mengatakan, perseroan membelanjakan capex yang lebih besar pada tahun 2021, atau meningkat 61,2% secara tahunan untuk meningkatkan kualitas jaringan serta meningkatkan digitalisasi.

Dian menambahkan, konsolidasi dalam industri akan positif untuk persaingan karena telah menciptakan struktur industri yang lebih seimbang.

"Ini berarti fokus para pelaku pasar mustinya lebih tertuju pada customer experience daripada memainkan tarif. Karena itu, investasi XL Axiata pada jaringan serta digitalisasi menjadi strategi perseroan," ungkapnya, dalam keterangan resmi, Senin (21/2/2022).


Hingga akhir 2021, total jumlah BTS XL Axiata mencapai lebih dari 162.282 unit, dengan BTS 4G meningkat menjadi 77.204. Sementara itu, fiberisasi telah mencakup lebih dari 50% site. Area yang terlayani jaringan 4G juga bertambah menjadi sebanyak 458 kota/kabupaten.

Terus meningkatnya kekuatan jaringan XL Axiata tersebut searah dengan tingkat penggunaan layanan data yang lebih tinggi oleh pelanggan. Selama periode 12 bulan di 2021, trafik data XL Axiata meningkat 34% YoY ke 6.549 Petabyte. Hal ini juga selaras dengan kecepatan akses internet yang meningkat sebesar 20% sejak awal tahun.

Akses internet yang lebih cepat berdampak positif pada meningkatnya pengguna aktif aplikasi digital milik perusahaan, yaitu myXL dan Axisnet hingga 3,5 kali pengguna aktif bulanan sejak awal pandemi.

Perseroan juga terus berupaya memperkenalkan layanan konvergensi sekaligus meningkatkan manfaatnya. Hasilnya, penetrasi layanan konvergensi ini telah mencapai 11%, yang berarti menunjukkan kuatnya permintaan atas produk ini. Akuisisi Linknet yang baru saja dilakukan akan sangat mendukung pengembangan produk konvergensi ini di masa mendatang.

Dian menjelaskan, di tengah tantangan dan kompetisi di industri yang tetap sangat ketat, dan daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih sebagai dampak dari pandemi Covid-19, perseroan mampu menjaga performa keuangan.

Hal ini tercermin dari pendapatan yang meningkat, perseroan juga berhasil meraih laba bersih sebesar Rp. 1,3 triliun.

Untuk periode kuartal keempat 2021, pendapatan perseroan meningkat 2% dibandingkan kuartal ke-3 2021 (QoQ) menjadi Rp 6,96 triliun, dengan Rp 6,5 triliun di antaranya merupakan pendapatan layanan. EBITDA sepanjang 2021 tercatat meningkat sebesar 2% (YoY) menjadi Rp 13,28 triliun, dengan margin 50%.

Di sepanjang tahun 2021, beban biaya operasional meningkat 4% (YoY) menjadi Rp 13,47 triliun dari Rp 12,95 triliun di tahun sebelumnya. Meningkatnya biaya operasional ini dipengaruhi dari meningkatnya beban Biaya Regulasi serta Biaya Penjualan dan Pemasaran.

Selain berhasil mencatatkan laba bersih yang tertinggi sejak 2013, perseroan juga mampu meningkatkan kontribusi pendapatan data menjadi 94%, yang tertinggi di industri. Pendapatan data per akhir 2021 tercatat sebesar Rp 23,42 triliun, naik 5,4% YoY.

Perseroan juga berhasil menjaga ARPU blended di angka Rp 36 ribu, dengan jumlah pelanggan XL Axiata hingga akhir tahun 2021 ada sebanyak 57,9 juta dan tingkat penetrasi smartphone meningkat sebesar 4% YoY menjadi 92%. Hal ini menunjukkan kemampuan perseroan menjaga perkembangan pelanggan yang sehat.

Dari sisi neraca, XL Axiata tetap mampu menjaga posisi neraca dalam posisi sehat dan terkendali, meskipun jumlah utang meningkat sepanjang 2021. Tercatat, utang kotor meningkat 9,9% YoY dan utang bersih meningkat 19,2% YoY. Free Cash Flow (FCF) berada pada tingkat yang sehat, meskipun turun sebesar -51,3%, ke angka Rp 3,37 triliun karena adanya peningkatan belanja modal (capex) untuk mendukung pembangunan jaringan dan peningkatan pelayanan kepada pelanggan.

Untuk rasio utang bersih terhadap EBITDA juga masih baik mencapai 0,6 kali. Perusahaan tidak memiliki utang berdenominasi USD. Sebesar 70% dari pinjaman yang ada saat ini berbunga mengambang (floating) dan pembayarannya masih dapat dikelola hingga dua tahun ke depan.

Ada sejumlah peluang positif di industri telekomunikasi Indonesia di tahun 2022 yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan untuk dapat meningkatkan performa ke depan.

Peluang-peluang tersebut yakni pertama, pemulihan ekonomi diprediksi akan bisa terlaksana seiring dengan diprediksi akan meredanya Covid-19 pada tahun 2022, yang berarti pertumbuhan ekonomi siap untuk pulih lagi.

Kedua, cara kerja digital, termasuk di lingkungan sekolah dan kehidupan sehari-hari masyarakat, akan menciptakan permintaan jangka panjang struktural untuk data.

Selanjutnya, adalah potensi peningkatan permintaan untuk layanan fixed broadband (FTTH) karena tuntutan bekerja dari rumah dan kerja secara hibrida. Kemudian juga terkait keberadaan Omnibus Law, di mana regulasi ini membawa peluang positif jangka panjang bagi industri melalui efisiensi capex dan opex untuk 5G serta manfaat lainnya.

"Kami melihat peluang pengembangan layanan konvergensi yang sangat luas di masa mendatang," ungkapnya.

Di satu sisi, layanan ini akan mampu memenuhi kebutuhan pelanggan untuk produk yang bisa menghadirkan akses internet cepat dan stabil, bisa digunakan satu keluarga, serta memberikan banyak kemudahan dan manfaat tambahan, seperti akses ke layanan hiburan.

Di sisi lain, secara bisnis, layanan konvergensi juga akan meminimalkan tingkat churn serta meningkatkan loyalitas pelanggan. "Dengan akuisisi Linknet, hal ini akan sangat mendukung pengembangan bisnis konvergensi ke depannya," tandasnya.

Sebagai informasi, Axiata Group Berhad (Axiata) dan PT XL Axiata Tbk (EXCL) mengakuisisi 66,03% saham PT Link Net Tbk (LINK) dari Grup Lippo senilai Rp 8,72 triliun. Harga pembelian yang telah disepakati senilai Rp 4.800 per saham biasa pada Link Net atau sekitar Rp 8,72 triliun.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular