Inflasi AS 7,5% Bisa 'Guncang' Dunia, Jokowi Sempat Ingatkan!
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) berlangsung lebih cepat dari yang diperkirakan, inflasi pun akhirnya melonjak sampai 7,5%. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengingatkan sejak beberapa waktu lalu, hal ini adalah ancaman bagi perekonomian.
Lonjakan inflasi akan disambut dengan kebijakan kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed). Pasar berpandangan 50 basis poin adalah pilihan the Fed saat ini, yaitu menjadi 0,5% - 0,75%.
Dunia, termasuk Indonesia akan terkena dampak dari kebijakan tersebut. Berkaca dari tapering AS beberapa tahun silam. Hal ini akan menyebabkan aliran modal keluar alias outflow dan melemahkan nilai tukar.
"Tantangan eksternal 2022 terutama terkait normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat," kata Jokowi di depan investor beberapa waktu lalu.
Hanya saja Jokowi cukup optimistis, sekalipun Indonesia terkena imbasnya, namun tidak akan seberat negara lain. Bahkan dibandingkan kondisi taper tantrum 2013, saat ini Indonesia jauh lebih baik.
Hal ini bisa dilihat dari fundamental ekonomi. Pertumbuhan yang terus berlanjut, seiring dengan PMI Manufaktur yang agresif, keyakinan konsumen yang terus meningkat dan terus bertambahnya investor yang menancapkan modal di dalam negeri.
Selanjutnya inflasi terkendali. Kini posisinya masih berada di sekitar 2%, sekalipun ada peningkatan di pertengahan tahun ini akibat naiknya permintaan dan kebijakan pemerintah, namun masih akan bergerak di sekitar 3-4%.
Indikator lainnya adalah sisi eksternal, di mana transaksi berjalan (current account) yang surplus. Bahkan sekalipun defisit pada tahun ini, persentasenya masih kecil. Sementara ada 2013 silam, defisit transaksi berjalan bisa di atas 2% PDB.
Bank Indonesia juga lebih siap, seiring dengan cadangan devisa yang besar dan juga segenap instrumen intervensi moneter yang lebih variatif.
"Meski suku bunga acuan AS naik, meski yield US treasury alami peningkatan, sejauh ini dampaknya terhadap nilai tukar rupiah dan kenaikan yield dalam negeri masih relatif terkendali," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam kesempatan berbeda.
(mij/mij)