Jos Gandos! 2 Hari Tak Sentuh Zona Merah, Rupiah Ngegas Lagi
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah dalam dua hari terakhir tidak pernah masuk bahkan menyentuh zona merah, dan di awal perdagangan Kamis (10/2) menguat lagi melawan dolar Amerika Serikat. Artinya, jika bisa dipertahankan hingga akhir perdagangan nanti, rupiah akan mencatat hat-trick alias penguatan 3 hari beruntun.
Melansir data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka rupiah langsung menguat 0,07% di Rp 14.345/US$. Penguatan tersebut kemudian bertambah menjadi 0,1% di Rp 14.340/US$ pada pukul 9:07 WIB.
Indeks dolar AS yang kembali turun 0,16% pada perdagangan Rabu kemarin membuat rupiah kembali menguat di awal perdagangan hari ini.
Penurunan indeks dolar AS tersebut terjadi akibat pelaku pasar mengantisipasi kemungkinan inflasi yang melandai. Memang hasil survei Reuters menunjukkan inflasi berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Januari yang akan dirilis Kamis nanti akan kembali naik menjadi 7,3% year-on-year (yoy) dari bulan sebelumnya 7%, tetapi tidak menutup kemungkinan realisasinya lebih rendah.
Pasar saat ini dikatakan akan bereaksi lebih besar saat inflasi lebih rendah ketimbang terus meninggi.
"Pasar kemungkinan akan bereaksi lebih besar ketika inflasi secara mengejutkan lebih rendah ketimbang yang terus meninggi" kata Alvise Marino, direktur stratetgi valuta asing di Credit Suisse, sebagaimana diwartakan CNBC International, Rabu (9/2).
"Ekspektasi saat ini adalah inflasi tinggi yang lebih persisten. Sesuatu yang menunjukkan arah sebaliknya akan menghasilkan perubahan besar," tambahnya.
Artinya, jika inflasi dirilis lebih rendah dari 7%, kemungkinan besar dolar AS akan anjlok. Hal ini yang diantisipasi pasar, yang membuat rupiah mampu menguat.
Sementara itu, aliran modal yang deras masuk ke dalam negeri menjadi sentimen positif bagi rupiah.
Sepanjang bulan Januari lalu, terjadi capital outflow yang cukup besar di pasar obligasi Indonesia. Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) menunjukkan kepemilikan asing di SBN pada 31 Januari sebesar Rp 887,28 triliun, turun dibandingkan 31 Desember 2021 sebesar Rp 891,34 triliun. Artinya, terjadi capital outflow sekitar Rp 4 triliun.
Tetapi situasi tersebut berubah, pada 7 Februari lalu kepemilikan asing tercatat sebesar Rp 895,74 triliun, artinya terjadi inflow sebesar Rp 8,46 triliun hanya dalam 7 hari saja di bulan ini.
Dengan demikian, secara year-to-date (ytd) hingga 7 Februari lalu, tercatat capital inflow di pasar obligasi sebesar Rp 4,4 triliun.
Di pasar saham juga terjadi hal yang sama. Kemarin investor asing tercatat melakukan beli bersih (net buy) nyaris Rp 1,4 triliun di pasar reguler. Kemudian selama sepekan terakhir net buy tercatat lebih dari Rp 5,8 triliun.
Pergerakan rupiah pada hari ini juga akan dipengaruhi oleh pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI).
Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Februari 2022 pada 9-10 Februari 2022. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate tetap bertahan di 3,5%. Seluruh institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus sepakat bulat, tidak ada yang berbeda pendapat.
Jika terwujud, maka suku bunga acuan akan genap setahun berada di 3,5%, tidak pernah berubah. Sejak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) menyerang Tanah Air, BI sudah memotong suku bunga acuan sebanyak 150 basis poin (bps).
Meski demikian, pelaku pasar akan melihat sinyal kapan BI akan menaikkan suku bunga. Sebab, inflasi di dalam negeri kini sudah ke atas 2%, dan bank sentral AS (The Fed) yang akan agresif dalam menaikkan suku bunga di tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)