Suku Bunga AS Naik, Awas Cadangan Devisa RI Makin Ambles
Jakarta, CNBC Indonesia - Cadangan devisa (cadev) Indonesia ambles pada awal tahun, sebesar US$ 3,6 miliar. Penurunan akan terus berlanjut beberapa bulan ke depan seiring dengan adanya kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) dan peningkatan impor.
"Dalam 1-2 bulan ke depan diperkirakan cadangan devisa akan mengalami penurunan, terutama disebabkan oleh tekanan Dollar AS akibat tapering dari Fed serta tekanan permintaan impor yang berpotensi terus mengalami peningkatan," ungkap Ekonom Bank Permata Josua Pardede kepada CNBC Indonesia, Rabu (9/2/2022).
Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Januari 2022 tetap tinggi sebesar 141,3 miliar dolar AS, meskipun menurun dibandingkan dengan posisi pada akhir Desember 2021 sebesar 144,9 miliar dolar AS
Penurunan cadev di Januari, menurut Josua dikarenakan tingginya pembayaran utang luar negeri oleh pemerintah dan penurunan penempatan valas perbankan di BI. Pelarangan ekspor batubara pada periode tersebut tentunya juga membeirkan pengaruh.
"Ini mendorong penurunan ekspor batubara sebesar US$ 1-1,5 miliar dari kondisi normal yang berkisar US$ 3-4 miliar. Dengan penurunan kinerja ekspor tersebut maka akan mendorong penurunan devisa hasil ekspor. Meskipun demikian, kinerja ekspor dan devisa hasil ekspor bulan Februari diperkirakan akan cenderung kembali meningkat mengingat pemerintah sudah mulai merelaksasi pelarangan ekspor batubara tersebut," paparnya
Dari sisi aliran modal, menurut Josua pada Januari terdapat net capital inflow US$ 143,2 juta di pasar saham dan obligasi. Pada pasar saham investor asing membukukan net inflow sebesar $425 juta, sementara di pasar obligasi, kepemilikan investor asing terhadap SBN tercatat turun $283 juta.
Josua meningatkan agar regulator meningkatkan kewaspadaan akan penurunan cadev. Khususnya dari kenaikan suku bunga acuan AS yang dimungkinkan terealisasi pada Maret 2022. Hal ini diperkirakan akan membuat aliran dana keluar dan melemahkan nilai tukar rupiah.
Dalam kondisi tersebut, BI perlu menggunakan cadev untuk menstabilkan nilai tukar agar tidak bergerak melemah terlalu jauh. Walaupun diperkirakan dampaknya tidak akan separah tapering pada 2013 silam.
Cadev juga akan tergerus akibat tingginya permintaan impor. DIketahui pemulihan yang terus berlanjut sejak tahun lalu membuat impor meningkat, khususnya pada barang konsumsi dan penolong.
"Dari kondisi tersebut, posisi cadangan devisa diperkirakan bergerak di kisaran US$ 139-141 miliar dalam 1-2 bulan ke depan," terangnya.
"Namun, pasca kenaikan suku bunga Fed, diperkirakan tekanan asing akan cenderung lebih terbatas, sehingga cadangan devisa diperkirakan kembali meningkat hingga akhir tahun 2022," tegas Josua.
(mij/mij)