Kurs Dolar Australia Melesat 2% Lebih, Efek Harga Burger McD?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
08 February 2022 14:45
Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia melesat lebih dari 0,8% melawan rupiah pada perdagangan Senin kemarin, setelah sepanjang pekan lalu mencatat kenaikan 1,24%. Artinya dolar Australia sudah menguat lebih dari 2%.

Kenaikan tajam tersebut akhirnya memicu aksi ambil untung (profit taking) yang membuat nilainya turun pada perdagangan Selasa (8/2). Pada pukul 12:56 WIB, dolar Australia berada di kisaran Rp 10.230/AU$, melemah 0,25% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Dolar Australia yang melesat melawan rupiah tidak lepas dari bank sentralnya (Reserve Bank of Australia/RBA) yang membuka ruang kenaikan suku bunga di tahun ini. Proyeksi tersebut berubah dari sebelumnya yang menyatakan suku bunga tidak akan dinaikkan hingga akhir 2023.

Inflasi yang sudah mencapai target menjadi alasan perubahan outlook tersebut. Biro Statistik Australia melaporkan inflasi di kuartal IV-2021 tumbuh 1,3% dari kuartal sebelumnya. Sehingga inflasi selama setahun penuh menjadi 3,5% di 2021.

Kemudian inflasi inti tumbuh 1% di kuartal IV-2021 dari kuartal sebelumnya. Sepanjang 2021, inflasi inti tumbuh sebesar 2,6% yang merupakan level tertinggi sejak 2014. Kenaikan inflasi inti tersebut lebih tinggi dari ekspektasi ekonomi sebesar 2,3%, dan mencapai target RBA sebesar 2% sampai 3%.

Selain peluang suku bunga dinaikkan di tahun ini, banyak analis juga mengatakan dolar Australia sangat undervalue dibandingkan dengan dolar Amerika Serikat (AS). 

Analis dari Commonwealth Bank of Australia (CBA), Kim Mundy melihat berdasarkan kalkulasi dari indeks harga komoditas bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) dan perbedaan suku bunga relatif di Australia dan Amerika Serikat.

"Estimasi kami fair value dolar Australia berada di kisaran US$ 0,86 (86 sen)," kata Mundy sebagaimana dilansir The Guardian, Jumat (4/2).

Saat ini dolar Australia berada di kisaran US$ 0,71, dengan demikian, dolar Australia seharusnya bisa menguat sekitar 20% lagi.

CBA sendiri memprediksi dolar Australia akan berada di kisaran US$ 0,80 (80 sen) di akhir tahun ini.

Selain itu harga burger Big Mac di McDonald's, juga menunjukkan dolar Australia undervalue lebih dari 20%.

Big Mac indeks dari The Economist yang berdasarkan teori paritas daya beli, menunjukkan harga Big Mac di Australia sebesar AU$ 6,4 dan di Amerika Serikat US$ 5,81.

"Hal tersebut menunjukkan implikasi nilai tukar sebesar 1,1. Perbedaan angka tersebut dengan nilai tukar aktual sebesar 1,42 mengindikasikan dolar Australia undervalue sebesar 22,4%," tulis The Economist yang dikutip The Guardian.

Selain CBA, beberapa bank juga memprediksi dolar Australia akan menguat di tahun ini. Bank ANZ yang memprediksi dolar Australia akan menguat menjadi US$ 0,75 sen, kemudian NAB di US$ 0,77 dan Westpac di US$ 0,78.

Penguatan dolar Australia melawan dolar AS tersebut tentunya juga bisa mengerek nilainya melawan rupiah di tahun ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Libas Semua Dolar, Rupiah Terbaik di Asia Lagi!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular