PDB RI Q4-2021 Tumbuh 5,02%, Yield Mayoritas SBN Menguat

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Senin, 07/02/2022 19:19 WIB
Foto: Sun, Ilustrasi Oligasi

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah pada perdagangan Senin (7/2/2022), karena investor merespons positif dari data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2021 yang cemerlang.

Mayoritas investor cenderung melepas obligasi pemerintah pada hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield) dan pelemahan harga di hampir seluruh tenor SBN. Hanya SBN bertenor tiga tahun yang ramai diburu oleh investor, ditandai dengan penurunan yield dan penguatan harga.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor tiga tahun turun 2 basis poin (bp) ke level 3,505%.


Sementara untuk yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara, kembali menguat 3,9 bp ke level 6,492%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tumbuh 5,02% secara tahunan (year-on-year/YoY) di kuartal IV 2021.

Angka tersebut lebih tinggi dari perkiraan konsensus Trading Economics yang memproyeksikan PDB Indonesia tumbuh 4,9% YoY. Dalam setahun penuh, PDB Indonesia sukses mengalami ekspansi sebesar 3,69% yoy.

Meski sempat terpuruk di kuartal III-2021, ekonomi Indonesia bangkit di kuartal IV-2021 seiring dengan membaiknya kasus Covid-19 dan kinerja ekspor dan investasi yang mentereng pada akhir tahun 2021.

Walaupun pasar cenderung optimis, tetapi kabar kurang menggembirakan juga datang di dalam negeri, di mana pemerintah memutuskan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) naik menjadi level 3. Hal ini akibat lonjakan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) di Indonesia.

Kemarin Satuan Tugas Penanganan Covid-19 melaporkan ada tambahan 36.057 kasus baru, tertinggi sejak 6 Agustus lalu.

Meski demikian, Kementerian Kesehatan melaporkan tingkat keterisian rumah sakit secara nasional masih rendah yakni 23%. Hal ini menjadi indikasi jika Covid-19 varian Omicron memang cepat menyebar, tetapi tidak menyebabkan penyakit yang parah seperti varian Delta.

Selain Jabodetabek, PPKM level 3 juga diterapkan di Bandung Raya, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Bali.

Dengan PPKM yang kembali lebih ketat, roda perekonomian tentunya bisa kembali melambat.

Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield surat utang pemerintah (Treasury) terpantau cenderung kembali menurun pada pagi hari ini waktu AS, karena investor masih mencerna beberapa data ekonomi dan melihat arah pasar dalam beberapa pekan ke depan.

Dilansir dari CNBC International, yield Treasury bertenor 10 tahun cenderung turun 0,7 bp menjadi 1,925%, dari sebelumnya pada penutupan Jumat pekan lalu di level 1,932%.

Yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun sudah melonjak dan melampaui angka 1,9% pada Jumat pekan lalu, menjadi level tertinggi sejak Desember 2019. Padahal, pada akhir 2021, imbal hasil obligasi yang menjadi acuan pasar tersebut hanya di angka 1,51%.

Bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) berencana menaikkan suku bunga acuan (Fed Funds Rate) pada Maret ini untuk memerangi inflasi. Namun kebijakan ini juga memicu kenaikan imbal hasil, dan koreksi saham teknologi yang memikul kenaikan kupon obligasi sebagai imbasnya.

Di lain sisi, data ketenagakerjaan AS yang kembali positif juga turut mendorong yield Treasury bertenor 10 tahun kembali melonjak pada akhir pekan lalu.

Departemen Ketenagakerjaan AS mencatat ada tambahan slip gaji baru sebanyak 467.000 pada Januari lalu, jauh lebih baik dari ekspektasi ekonom dalam polling Dow Jones yang memperkirakan angka 150.000.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/vap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Modal Pasar Saham & SBN Tarik Investor Saat Iran-Israel Panas