Bursa Asia Kurang Kompak, Berharap IHSG Tak Tergelincir

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Senin, 07/02/2022 08:40 WIB
Foto: Ilustrasi Bursa China (REUTERS/Jason Lee)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia dibuka cenderung beragam pada perdagangan Senin (7/2/2022), dengan pasar saham China daratan akan dibuka kembali setelah sepanjang pekan lalu tidak dibuka karena libur Tahun Baru China atau Imlek.

Indeks Nikkei Jepang dibuka melemah 0,52%, Hang Seng Hong Kong turun tipis 0,08%, dan KOSPI Korea Selatan merosot 0,8%.

Sedangkan indeks Shanghai Composite China dibuka melesat 1,57% dan Straits Times Singapura menguat 0,49%.


Variatifnya bursa Asia pada pagi hari ini terjadi di tengah positifnya mayoritas bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat akhir pekan lalu, karena berbalik arahnya (rebound) saham-saham teknologi di AS.

Hanya indeks Dow Jones yang ditutup melemah pada perdagangan akhir pekan lalu, yakni turun tipis 0,06% ke level 35.089,738.

Sedangkan dua indeks utama lainnya ditutup cerah. Indeks S&P 500 ditutup menguat 0,52% ke level 4.500,55, dan Nasdaq Composite melonjak 1,58% ke posisi 14.098,01.

Saham Amazon memimpin penguatan S&P dan Nasdaq setelah melompat 13.5% menyusul kuatnya laba bersih dan pendapatan dari bisnis cloud komputasi yang mengalahkan ekspektasi pasar. Hal itu menjadi reli harian tertinggi saham Amazon sejak 2015.

Para investor di AS juga merespons positif data tenaga kerja yang terbukti lebih baik dari ekspektasi dan dampaknya bagi kebijakan moneter ke depannya. Data tenaga kerja AS per Januari menyebutkan ada tambahan slip gaji baru sebanyak 467.000, jauh lebih baik dari ekspektasi ekonom dalam polling Dow Jones yang memperkirakan angka 150.000.

Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun kembali lompat melampaui angka 1,9% pada Jumat lalu, menjadi level tertinggi sejak Desember 2019. Padahal, pada akhir 2021, imbal hasil obligasi yang menjadi acuan pasar tersebut hanya di angka 1,51%.

Rencana bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menaikkan suku bunga acuan (Fed Funds Rate) pada Maret ini untuk memerangi inflasi. Namun kebijakan ini juga memicu kenaikan imbal hasil, dan koreksi saham teknologi yang memikul kenaikan kupon obligasi sebagai imbasnya.

Di lain sisi, potensi eskalasi konflik Rusia dan Ukraina masih akan menjadi sentimen negatif di pasar global, di mana sentimen ini turut mendongkak harga minyak mentah dan komoditas energi lain pada pekan lalu.

Konflik tersebut memicu bersatunya China dan Rusia untuk membendung hegemoni blok Barat di bawah Amerika Serikat (AS). Dalam pertemuan antara Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin, disepakat kemitraan "tanpa batas" antara dua negara kiri tersebut.

Beijing mendukung permintaan Rusia agar Ukraina tidak diterima di NATO, sementara Moskow menentang segala bentuk kemerdekaan bagi Taiwan. Sebelumnya, AS mengultimatum perusahaan China untuk tidak membantu Rusia menghindari sanksi terkait konflik di Ukraina.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Iran Dibombardir Israel, Bursa Asia & IHSG "Kebakaran"