Ibarat Roda, Rupiah Kemarin Juara Hari Ini Merana!
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah kemarin sukses mencetak penguatan cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS), bahkan menjadi juara di Asia. Tetapi ibarat roda kadang di atas kadang di bawah, rupiah pada perdagangan hari ini menjadi yang paling merana.
Melansir data Refintiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan, tetapi tidak lama langsung masuk ke zona merah. Rupiah kemudian melemah hingga 0,21% ke Rp 14.385/US$, sebelum terpangkas dan mengakhiri perdagangan di Rp 14.375/US$, melemah 0,14% di pasar spot.
Meski berhasil memangkas penguatan, dan pelemahannya tidak besar tetapi rupiah menjadi mata uang terburuk di Asia hari ini. Hingga pukul 15:00 WIB, mayoritas mata uang utama Asia melemah melawan dolar AS, hanya yuan China dan ringgit Malaysia yang mampu menguat, itu pun sangat tipis.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Indeks dolar AS hingga sore ini menguat 0,2% setelah merosot dalam 3 hari beruntun. Penguatan tersebut membuat rupiah dan mata uang Asia lainnya terpukul.
Sebelumnya indeks dolar AS merosot hingga 1,4% dalam 3 hari terakhir setelah beberapa pejabat teras bank sentral AS (The Fed) meredakan spekulasi kenaikan suku bunga sebesar 50 basis poin di bulan Maret, menjadi indikasi tidak akan sangat agresif dalam menormalisasi kebijakan moneternya.
Presiden The Fed Philadelphia, Patrick Harker, mengatakan ia mendukung kenaikan suku bunga sebanyak 4 kali di tahun ini, masing-masing sebesar 25 basis poin. Tetapi ia tidak melihat suku bunga bisa dinaikkan sebesar 50 basis poin di bulan Maret nanti.
"Jika inflasi berada di level saat ini dan mulai menurun, saya tidak melihat kenaikan sebesar 50 basis poin. Tetapi jika ada kenaikan tajam inflasi, saya rasa kita perlu bertindak lebih agresif," kata Harker saat wawancara dengan Bloomberg, Selasa (1/2).
Presiden The Fed wilayah St. Loius, James Bullard, salah satu anggota Federal Open Market Committee (FOMC) yang paling hawkish juga mengesampingkan kenaikan suku bunga yang besar di bulan Maret nanti.
Rilis data tenaga kerja versi ADP kemarin menegaskan hal tersebut. ADP melaporkan sepanjang bulan Januari terjadi pengurangan tenaga kerja di luar sektor pertanian sebanyak 301.000 orang, padahal hasil survei Reuters memproyeksikan penambahan sebanyak 207.000 orang.
"Data dari ADP menekankan sikap kurang hawkish dari The Fed," kata Vassili Serebriakov, ahli strategi valuta asing di UBS New York, sebagaimana dilansir CNBC International.
Data ini bisa memberikan gambaran data tenaga kerja versi pemerintah yang akan dirilis Jumat besok, dan menjadi acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneternya.
"Data tenaga kerja di hari Jumat akan lemah, tetapi pasar sudah siap akan hal tersebut. Saya pikir tidak akan ada perubahan yang besar dari The Fed dalam memutuskan kebijakannya sebab fokusnya tertuju ke inflasi," kata Serebriakov.
Pasca rilis tersebut, pasar melihat probabilitas kenaikan suku bunga sebesar 50 basis poin turun hanya menjadi 6,5%, dibandingkan pada pekan lalu yang sebesar 32%.
Sementara itu dari dalam negeri, kemarin Satuan Tugas Penanganan Covid-19 melaporkan ada tambahan 17.895 kasus baru menjadi yang tertinggi sejak 25 Agustus tahun lalu.
Terus menanjaknya kasus Covid-19 membuat pelaku pasar was-was Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang lebih ketat akan diterapkan lagi. Hal tersebut berisiko menghambat laju pemulihan ekonomi yang memberikan tekanan bagi rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)