January Effect Tipis-tipis, Berharap Februari Bakal Cuan Gede

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
31 January 2022 08:35
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Januari yang tinggal sehari lagi, sejauh ini January effect di pasar saham domestik kembali terlihat setelah dua tahun sembunyi. Memang tidak menguat signifikan, menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), hingga Jumat pekan lalu (28/1/2022), IHSG berhasil menguat 0,97% ke posisi 6.645,51 selama Januari 2022.

Sementara itu, secara historis kinerja bulanan IHSG di Februari selama 10 tahun terakhir bisa menjadi katalis positif bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebulan ke depan.

Kinerja positif Indeks saham acuan nasional selama Januari mengindikasikan kembalinya January effect alias efek Januari pada tahun ini. Tentu, masih ada satu hari lagi di Januari, yakni Senin ini (31/1), yang menjadi penentuan apakah January effect akhirnya 'nongol' atau malah hilang untuk kali ketiga beruntun.

Asal tahu saja, January effect merupakan sebuah fenomena di mana bursa saham AS cenderung menguat pada Januari.

Ada beberapa alasan yang mendasari terjadinya fenomena January effect, salah satunya adalah penggunaan bonus akhir tahun oleh masyarakat AS untuk berinvestasi di pasar saham.

Selain itu, January effect juga dipicu oleh faktor psikologis, yakni anggapan investor bahwa Januari merupakan bulan terbaik untuk memulai sebuah program investasi. Ada juga masyarakat yang merealisasikan resolusi tahun barunya untuk mulai berinvestasi sehingga dorongan beli di pasar saham meningkat dan menyebabkan harga terkerek naik.

Fenomena January effect di AS kemudian menjalar hingga ke pasar saham Tanah Air. Bahkan bisa dibilang, Januari merupakan bulan yang manis bagi investor saham di Indonesia.

Menurut data yang dihimpun Tim Riset CNBC Indonesia, dalam 10 tahun terakhir (2012-2021), IHSG berhasil menguat sebanyak tujuh kali selama Januari, dengan tiga sisanya berakhir di zona merah.

Kendati rerata return IHSG di Januari selama 10 tahun terakhir tercatat positif, yakni 1,30%, tetapi selama 2020-2021 atau di tengah pandemi Covid-19 rapor IHSG jeblok selama bulan pertama di kalender tahunan. Pada Januari 2020, IHSG ambles 5,71% dan pada Januari 2021 turun 1,95%.

Jadi, Januari tahun ini bisa menjadi kesempatan bagi IHSG untuk memutus tren jeblok sejak 2020.

Lantas, bagaimana dengan kinerja historis IHSG selama Februari?

Menurut data yang dihimpun Tim Riset CNBC Indonesia, dalam 10 tahun terakhir rerata return IHSG di Februari terbilang positif, yakni +1,83%, dengan 7 kali naik dan hanya 3 kali turun.

Pada Februari 2021, IHSG berhasil naik 6,47%, kinerja terbaik sejak Februari 2013 (+7,68%). Kinerja IHSG selama Februari 2021 terbilang istimewa lantaran berhasil memutus tren pelemahan selama periode Februari 2018 sampai 2020.

Asal tahu saja, selama Februari 2018 IHSG berhasil dengan minus 0,13%. Kemudian pada Februari 2019 IHSG minus 1,37%, dan pada Februari 2020 anjlok hingga 8,2%.

Saat ini, musim pelaporan keuangan emiten pada kuartal IV-2022 bisa jadi booster bagi IHSG. Harapannya, kinerja emiten di 2021 membaik seiring pemulihan atawa re-opening ekonomi, terutama emiten sektor komoditas yang dipengaruhi oleh tingginya harga acuan dunia.

Musim rilis laporan keuangan untuk kinerja tahun 2021 sendiri dibuka manis setelah tiga bank besar Indonesia panen laba.

Emiten bank BUMN PT Bank Negara Indonesia (Persero)Tbk (BBNI) berhasil membuat kinerja positif pada tahun buku 2021.Laba BBNI 2021 tercatat Rp 10,89 triliun atau tumbuh 232,32%yoy, naik 3 kali lipat dari laba pada 2020.

Kemudian, bank pelat merah lainnya PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) mencatatkan laba bersih senilai Rp 28,02 triliun sepanjang 2021. Angka ini mengalami kenaikan 66,83% secara tahunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang senilai Rp 16,80 triliun.

Lalu, emiten bank Grup Djarum PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga melaporkan laba bersih sebesar Rp 31,4 triliun sepanjang 2021, tumbuh 15,8%year-on-year(YoY) dari laba bersih tahun 2020.

Namun, masih ada sentimen negatif yang menggentayangi pasar, yakni soal perkembangan situasi pandemi Covid-19 Indonesia.

Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mengumumkan ada tambahan 11.588 kasus konfirmasi positif pada Sabtu (27/1/2021), tertinggi dalam lebih dari lima bulan terakhir.

Perlu diingat, tanggal 31 Januari adalah akhir dari PPKM. Dengan angka Covid-19 saat ini terbuka lebar potensi status PPKM akan ditingkatkan terutama di Jakarta sebagai pusat ekonomi Indonesia.

Jika status PPKM ditingkatkan dari level 2 menjadi level 3, akibatnya ekonomi akan menjadi lesu dan membuat ekspektasi kinerja keuangan emiten-emiten menjadi turun pada kuartal I-2022.

Singkatnya, hal tersebut menjadi sentimen negatif bagi pasar dan tak menutup kemungkinan menjegal IHSG untuk bisa berakhir positif di Februari tahun ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 2 Tahun 'Sembunyi', January Effect Bakal Nongol Kali Ini?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular