
Harga Bitcoin Masuk Zona Berbahaya, Ini Penyebab Anjloknya

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga Bitcoin pada siang hari ini cenderung naik tipis ke kisaran level US$ 35.900, setelah sempat terkoreksi hingga kisaran level US$ 32.000 pada Senin malam waktu Indonesia.
Per pukul 14:00 WIB, Bitcoin berhasil menguat 1,77% ke level harga US$ 35.905,94 per keping atau setara dengan Rp 515.250.239 per kepingnya (asumsi kurs Rp 14.350/US$), menurut data dari CoinMarketCap.
![]() |
Kisaran level US$ 32.000 di Bitcoin menjadi level terendah dalam tiga bulan terakhir, di mana level terendah Bitcoin masih berada di kisaran level US$ 29.000 pada Juli 2021, sehingga jarak antara level terendah kemarin malam dengan level terendah Juli tahun lalu hanya berjarak sekitar US$ 3.000.
Pada Senin malam waktu Indonesia, Bitcoin terkoreksi ke level US$ 32.982,11 per keping atau setara dengan Rp 471.644.173 per kepingnya (asumsi kurs Rp 14.300/US$), menurut Coin Metrics.
Bitcoin telah terkoreksi hingga sekitar 45% dari level all time high (ATH) yang tercipta pada November 2021. Adapun level ATH Bitcoin berada di kisaran US$ 69.000.
Pasar cryptocurrency sudah terkoreksi sejak awal perdagangan tahun 2022, seiring dengan koreksinya saham teknologi sejak awal tahun. Investor telah menjual aset berisiko seperti saham teknologi, karena mereka masih khawatir dengan potensi pengetatan kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed).
"Ada kemungkinan bahwa kekhawatiran ekonomi makro, seperti respons The Fed terhadap tingkat inflasi, telah memfasilitasi lebih banyak aktivitas pengurangan risiko secara umum," kata Juthica Chou, kepala perdagangan option OTC di perusahaan platform trading kripto Kraken, dikutip dari CNBC International.
"Penurunan harga baru-baru ini, ditambah dengan volatilitas tinggi, dapat mengarah pada penjualan lebih lanjut karena investor dan trader berupaya mengurangi risiko," tambah Chou.
Selain itu, investor juga masih khawatir dengan inflasi global yang meninggi. Inflasi yang masih panas membuat beberapa bank sentral di dunia, utamanya negara-negara maju mau tidak mau menaikkan suku bunga acuannya untuk meredam panasnya inflasi.
Hal ini terpaksa dilakukan meski kondisi ekonomi masih belum pulih karena kenaikan virus corona (Covid-19) akibat varian Omicron membuat pemerintah kembali menerapkan langkah-langkah darurat yang akan berpengaruh ke perekonomian suatu negara.
Investor juga menilai dampak regulasi lebih lanjut di pasar cryptocurrency, di mana hal ini merupakan tindakan keras dari beberapa regulator negara terhadap industri kripto.
Pada pekan lalu, bank sentral Rusia (The Central Bank of Russian Federation) kembali melarang kegiatan terkait kripto, termasuk penggunaan dan penambangan cryptocurrency.
(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gerak Kripto Masih Kayak Gini, Susah Bikin Kaya Lagi