Tertolong Kinerja Emiten Raksasa, Wall Street Dibuka Hijau

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
19 January 2022 22:01
Trader Gregory Rowe, right, works on the floor of the New York Stock Exchange, Wednesday, Dec. 11, 2019. Stocks are opening mixed on Wall Street following news reports that US President Donald Trump might delay a tariff hike on Chinese goods set to go into effect this weekend. (AP Photo/Richard Drew)
Foto: Pasar Finansial Wall Street (AP Photo/Richard Drew)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) menguat pada pembukaan perdagangan Rabu (19/1/2022), setelah aksi jual di Wall Street yang dipicu oleh kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS.

Indeks Dow Jones Industrial Average lompat 120 poin pukul 08:30 waktu setempat (21:30 WIB) dan selang 30 menit menjadi 143,93 poin (+0,41%) ke 35.512,4. Namun, S&P 500 naik 31,13 poin (+0,68%) ke 4.608,24 sedangkan Nasdaq lompat 140,06 poin (+0,97%) ke 14.646,96.

Saham Procter & Gamble menjadi pendorongnya, dengan melesat 4% di pembukaan. Saham Bank of America melambung 4% setelah melaporkan kinerja yang melampaui ekspektasi pasar, demikian juga dengan Morgan Stanle yang sahamnya dibuka melompat 3,2%.

Sebaliknya, saham Sony anjlok 3,8% setelah Microsoft mengumumkan rencana membeli perusahaan video game raksasa Activision Blizzard seharga US$ 68,7 miliar. PlayStation milik Sony berkompetisi dengan Xbox dari Microsoft.

Bursa AS menguat walaupun yield obligasi dengan periode 2 tahun naik melampaui 1%, menjadi yang pertama dalam 2 tahun. Sementara itu, yield obligasi tenor 10 tahun di level 1,85%.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun lebih dari 540 poin pada perdagangan kemarin. Neraca keuangan bank raksasa di Wall Street meleset dari proyeksi pasar menyusul kenaikan biaya operasional sebanyak 23%.

Yield obligasi tenor 10 tahun kemarin naik mencapai 1,87%. Nilai tersebut merupakan yang tertinggi dalam 2 tahun terakhir. Di awal tahun, yield tersebut berada di kisaran 1,5%, sementara yield obligasi periode 2 tahun naik 1% untuk pertama kali dalam 2 tahun terakhir.

Yield obligasi periode 2 tahun yang melampaui 1% menjadi indikasi bahwa The Fed akan lebih agresif untuk menaikkan suku bunga acuan selanjutnya, menurut Ryan Detrick, kepala perencana pasar LPL Financial. "Hal tersebut menambah kecemasan pasar di tengah kenaikkan harga minyak US$ 85/barrel dan inflasi yang tinggi," tambahnya dikutip dari CNBC International.

Jim Paulsen, Kepala Perencana Investasi Leuthold Group, memproyeksikan bahwa pasar akan fokus pada level support di analisis teknikal, rilis laporan keuangan emiten, dan yield obligasi yang kian mendekati angka 2%.

Menurut Factset, sebanyak 44 perusahaan yang menjadi konstituen indeks saham S&P 500 telah melaporkan neraca keuangan per kuartal IV-2021, di mana 73% di antaranya telah melampaui ekspektasi pelaku pasar di Wall Street.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jelang Rilis Kinerja Nvidia, Nasdaq & S&P500 Tergelincir

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular