Lifting Migas Dalam Tren Turun, Indonesia Krisis Sumber Baru?

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
13 January 2022 12:30
Proyek Kilang Raksasa Pertamina Balikpapan (Dok: Pertamina)
Foto: Proyek Kilang Raksasa Pertamina Balikpapan (Dok: Pertamina)

Jakarta, CNBC Indonesia - Realisasi produksi atau lifting minyak dan gas bumi pada 2021 kembali turun. Tren ini sudah berlangsung lebih dari lima tahun terakhir.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi lifting minyak bumi pada tahun 2021 hanya mencapai 660 ribu barel per hari (bph) sementara pada tahun lalu lifting minyak mencapai 707 ribu bph.

Adapun capaian lifting gas bumi pada tahun 2021 mencapai 982 juta barel minyak ekuivalen per hari (mboepd) turun tipis dibandingkan dengan tahun 2020 yang mencapai 983 mboepd.

Jika dibandingkan dengan 5 tahun lalu, lifting minyak bumi dan gas masing-masing sudah turun hingga 20,5% dan 30,7%.

Tren negatif produksi energi fosil ini karena tidak ada sumber-sumber cadangan baru, ungkap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasri.

"Lifting migas tren menurun, ya memang menurun tidak ada sumber-sumber baru, adanya sumber-sumber lama dan diupayakannya juga butuh biaya besar," ujarnya, mengutip Bisnis.com, Rabu (12/1/2022).

Mengacu data ESDM, kapasitas kilang minyak sejak tahun 2016 hingga 2019 stagnan di 1.17 juta barel mentah per hari (bcd). Kemudian pada tahun 2021 turun menjadi 1,15 juta bcd.

Ini membuktikan tidak ada penambahan kapasitas kilang minyak baru yang membuat kapasitas mandek bahkan turun pada tahun 2020.

Faktor lain adalah investasi di hulu migas yang terus merosot dari tahun ke tahun. Hingga semester-I 2021, investasi realisasi investasi hulu migas tahun 2020 tercatat US$ 10,47 miliar atau Rp 149,74 triliun (kurs=Rp14.300), menurut data ESDM.

Jumlah itu lebih rendah dibandingkan investasi pada tahun 2016 sebesar US$ 11,59 miliar. Bahkan investasi tersebut sempat mencapai US$ 20.38 miliar pada tahun 2014. Faktor terbesar investasi ini turun adalah rendahnya realisasi investasi untuk eksplorasi migas.

Investasi eksplorasi pada 2020 hanya sebesar US$ 44,87 juta atau Rp 641 miliar, turun 50% lebih dari tahun 2016 sebesar US$ 916,2 juta pada tahun 2016. Bahkan pada tahun 2014 nilainya mencapai US$ 2.6 miliar. Investasi untuk eksplorasi yang rendah tentu saja menghambat aktivitas menemukan cadangan minyak baru untuk digarap.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto pun buka-bukaan mengenai lesunya investasi di sektor hulu migas ini. Dia mengatakan, masih lemahnya investasi di sektor hulu migas ini karena masih lesunya kegiatan pengeboran, baik eksplorasi dan lainnya.

Ditambah lagi adanya kondisi pandemi COVID-19 sejak tahun lalu yang membuat permintaan turun dan harga minyak pun anjlok signifikan.

Maka dari itu, sangat jelas bahwa eksplorasi yang masif harus dilakukan agar kapasitas produksi migas Indonesia meningkat.

Saat ini ada satu mega proyek yang akan menambah kapasitas kilang minyak Indonesia. Itu adalah proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan, yang lokasinya di samping kilang minyak Pertamina Balikpapan, Kalimantan Timur. Megaproyek RDMP kilang Balikpapan ini memiliki nilai US$ 7 miliar atau sekitar Rp 100 triliun.

Proyek RDMP kilang Balikpapan ini ditargetkan rampung pada Oktober 2023. Saat ini kapasitas kilang Pertamina di Balikpapan adalah 260 ribu barel per hari, dan pada akhir 2023 bakal naik menjadi 360 ribu barel per hari. Dari jumlah tersebut, kilang ini akan menghasilkan 319 ribu barel BBM per hari. Kemudian sisanya adalah produk LPG dan petrokimia berupa propylene.

Eksplorasi tersebut juga harus didukung oleh aturan-aturan yang bisa menarik investasi. Apalagi dengan target produksi 1 juta bph.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menghitung untuk mencapai target produksi 1 juta bph perlu investasi US$187 miliar atau setara dengan Rp2.674 triliun (kurs=Rp 14.300).

Rinciannya adalah pada tahun 2021 investasi hulu migas dipatok US$ 12 miliar. Kemudian meningkat menjadi US$ 23 miliar pada tahun 2022 dan 2023. Lalu secara bertahap meningkat pada tahun 2014, 2015, dan 2016 menjadi US$ 16 miliar, US$ 17 miliar, dan US$ 19 miliar.

Tahun 2027 investasi hulu migas akan mencapai US$ 23 miliar. Turun pada 2028 menjadi US$ 22 miliar dan kemudian naik pada dua tahun berikutnya. Yaitu US$ 25 miliar dan US$ 26 miliar pada 2030.

Adapun upaya pemerintah yang akan dilakukan untuk menarik investasi diantaranya adalah menerapkan fleksibilitas kontrak migas seperti halnya dengan memakai skema gross split ataupun cost recovery.

Pihaknya juga akan melakukan perbaikan terms and conditions kontrak pada lelang blok migas. Diantaranya fleksibilitas kontrak, bonus tandatangan, bidable, split kontrak hingga 50%, DMO price 100%, No Cost Celling, Investment Credit dan Depresiasi dipercepat.


(ras)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Elnusa Proyeksikan Pendapatan Tembus Rp7 T Sampai Akhir Tahun

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular