
Bursa Asia Dibuka Cenderung Mixed, STI Galau

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia dibuka cenderung bervariasi pada perdagangan Kamis (13/1/2022), di tengah menguatnya kembali bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu kemarin waktu setempat meski inflasi AS kembali memanas.
Indeks Hang Seng Hong Kong dibuka menguat 0,39%, Shanghai Composite China naik tipis 0,02%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,19%.
Sedangkan untuk indeks Straits Times (STI) Singapura sempat dibuka menguat 0,11%. Namun selang 30 menit setelah dibuka, indeks bursa saham acuan Negeri Singa tersebut melemah 0,17%.
Sementara untuk indeks Nikkei Jepang dibuka melemah 0,38% pada perdagangan hari ini.
Investor di Asia akan memantau perkembangan terbaru dari pandemi virus corona (Covid-19), di mana Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan rekor 15 juta kasus Covid-19 baru secara global selama sepekan. Varian Omicron dengan cepat menggantikan varian Delta yang sebelumnya sempat menjadi varian dominan di seluruh dunia.
Meskipun laju penularannya tinggi, tetapi beberapa studi menunjukkan varian Omicron justru tidak seberbahaya dari varian Delta.
Namun tetap saja, jika kenaikan kasusnya semakin tinggi dan tak terkendali, hal ini bisa memantik pembatasan yang lebih ketat atau bahkan lockdown.
Bursa Asia cenderung kembali mengikuti pergerakan bursa saham AS, Wall Street yang kembali menguat pada perdagangan kemarin, meski penguatannya cenderung tipis.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup naik 0,11% ke level 36.290,32, S&P 500 menguat 0,28% ke 4.726,38, dan Nasdaq Composite terapresiasi 0,23% ke posisi 15.188,39.
Bursa Wall Street yang cenderung menguat tipis ini tentu saja menunjukkan tekanan jual di pasar saham AS sudah tak sebesar minggu lalu.
Pembalikan arah (rebound) harga saham-saham di bursa AS terjadi setelah ketiga indeks terus menerus terkoreksi pekan lalu sejalan dengan kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (Treasury) tenor 10 tahun yang mendekati 1,8%.
Sementara itu, rilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) AS yang mencerminkan laju inflasi pada bulan Desember 2021 tercatat tumbuh 7% secara tahunan (year-on-year/yoy) dan menjadi level tertinggi sejak 1982.
Meskipun inflasi berada di level tertingginya dalam 4 dekade terakhir, tetapi kenaikan ini sudah diantisipasi oleh pelaku pasar.
Ekonom yang disurvei Dow Jones sudah memperkirakan bahwa IHK AS bulan Desember 2021 bakal naik 7% sesuai dengan angka aktual saat ini.
Sehari sebelumnya, ketua bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell hadir untuk memberikan testimoni dan menyampaikan arah kebijakan moneter AS ke depan, di depan Senat Perbankan.
Dalam kesempatan tersebut, Powell menegaskan bahwa otoritas moneter akan mengambil langkah pengetatan berupa penghentian program pembelian obligasi (tapering) serta menaikkan suku bunga acuan.
Lagi-lagi, pidato Powell yang mengindikasikan arah kebijakan The Fed juga sudah diantisipasi oleh pelaku pasar sehingga tidak ada kejutan yang membuat pasar tertekan.
Yield Treasury bertenor 10 tahun juga menurun. Kenaikan yield di pekan perdana tahun 2022 lebih mencerminkan ekspektasi pelaku pasar akan kenaikan inflasi yang terjadi di akhir tahun dan stance hawkish The Fed.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!
