Investor Kembali Lepas SBN, Yield Mayoritas SBN Menguat

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
10 January 2022 19:24
US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)
Foto: US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah pada perdagangan Senin (10/1/2022) awal pekan ini, karena investor kembali mengamati perkembangan terkait potensi diperketatnya kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS).

Mayoritas investor kembali melepas SBN pada hari ini. Hal ini ditandai dengan kembali naiknya imbal hasil (yield) di sebagian besar SBN acuan. Hanya SBN bertenor 15 dan 20 tahun yang ramai diburu oleh investor, ditandai dengan menguatnya harga dan turunnya yield.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 15 tahun turun 0,9 basis poin (bp) ke level 6,289%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 20 tahun melemah 1,2 bp ke level 7,092%. Sementara, yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara naik sebesar 6,5 bp ke level 6,533%

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Dari pasar obligasi pemerintah AS, yield Treasury bertenor 10 tahun cenderung kembali menguat pada perdagangan pagi hari ini waktu AS, di mana saat ini yield Treasury tersebut sudah di kisaran level 1,8%.

Dilansir dari CNBC International, yield Treasury bertenor 10 tahun cenderung kembali naik 0,5 bp ke level 1,774%, dari sebelumnya pada penutupan perdagangan Jumat pekan lalu di level 1,769%. Pada pekan lalu, risalah rapat Federal Reserve (FOMC) menunjukkan para pejabat siap menaikkan suku bunga lebih cepat dari perkiraan akibat lonjakan inflasi.

Dalam pertemuan bulan lalu, para pejabat The Fed mengatakan pasar tenaga kerja sudah sangat ketat dan inflasi terus meninggi. Ini sepertinya mengharuskan The Fed menaikkan suku bunga acuan lebih cepat.

"Para peserta rapat secara umum mencatat bahwa tidak bisa menghindari kenaikan suku bunga acuan lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Beberapa peserta rapat juga mencatat sudah saatnya mengurangi beban neraca (balance sheet) setelah kenaikan Federal Funds Rate," sebut notula itu.

Pasar dengan cepat bereaksi. Kemungkinan bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga pada bulan Maret naik menjadi lebih dari 70%, mengutip FedWatch CME Group.

"Indikasi The Fed semakin khawatir dengan inflasi akan menciptakan pandangan bahwa mereka akan melakukan pengetatan kebijakan secara agresif pada 2022. Lebih hawkish dari dugaan," kata David Carter, Chief Investment Officer di Lenox Wealth Adivisors yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.

Investor menanti rilis data inflasi AS dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) periode Desember 2021, di mana data IHK Negeri Paman Sam tersebut akan dirilis pada Rabu pagi pukul 08:30 waktu AS atau Rabu malam pukul 20:30 WIB.

Tak hanya dari konsumen saja, inflasi AS dari sisi produsen juga akan dirilis pada pekan ini, yakni Kamis pukul 08:30 waktu AS atau pukul 20:30 WIB. Data inflasi ini akan dipantau oleh pelaku pasar dan tentunya The Fed sendiri untuk menjadi acuan arah kebijakan moneter selanjutnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular