
Bursa Asia Ditutup Memerah, Tapi Hang Seng-STI Selamat!

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia ditutup melemah pada perdagangan Kamis (6/1/2022), karena investor merespon negatif dari potensi pengetatan kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS).
Hanya indeks Hang Seng Hong Kong dan Straits Times (STI) Singapura yang ditutup di zona hijau pada perdagangan hari ini. Hang Seng ditutup menguat 0,72% ke level 23.072,859 dan STI berakhir menguat 0,66% ke posisi 3.184,30.
Sedangkan sisanya berakhir di zona merah pada hari ini. Indeks Nikkei Jepang ambles 2,88% ke level 28.487,869, KOSPI Korea Selatan merosot 1,13% ke posisi 2.920,53, Shanghai Composite China melemah 0,25% ke 3.586,08, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,13% ke posisi 6.653,35.
Indeks Nikkei Jepang memimpin pelemahan bursa Asia pada siang hari ini waktu Indonesia, karena investor melakukan aksi ambil untung alias profit taking setelah mereka merespons negatif dari sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang semakin hawkish.
Namun, indeks Hang Seng pada akhirnya berhasil ditutup menghijau, setelah sempat terkoreksi sepanjang hari ini. Hal ini karena ditopang oleh kenaikan saham teknologi dan turut membantu pembalikan Hang Seng.
Indeks Hang Seng Tech melesat 1,4%, dengan saham Alibaba Group, Meituan dan Tencent Holdings masing-masing melonjak 5,7%, 3,6% dan 1,5%.
Pelaku pasar Asia merespons negatif dari hasil rapat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang dirilis pada dini hari tadi waktu Indonesia.
Dalam rapat The Fed edisi Desember 2021 tersebut, Ketua The Fed, Jerome 'Jay' Powell dan para koleganya menyebut pasar tenaga kerja sudah sangat ketat dan inflasi terus meninggi. Hal ini membat The Fed sepertinya harus menaikkan suku bunga acuan lebih cepat.
"Para peserta rapat secara umum mencatat bahwa tidak bisa menghindari kenaikan suku bunga acuan lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Beberapa peserta rapat juga mencatat sudah saatnya mengurangi beban neraca (balance sheet) setelah kenaikan Federal Funds Rate," sebut notula itu.
Pasar pun langung bereaksi. Mengutip CME FedWatch, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan dalam rapat Komite Pengambil Kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) edisi Maret 2022 mencapai 64,1%.
"Indikasi The Fed semakin khawatir dengan inflasi akan menciptakan pandangan bahwa mereka akan melakukan pengetatan kebijakan secara agresif pada 2022. Lebih hawkish dari dugaan," kata David Carter, Chief Investment Officer di Lenox Wealth Adivisors yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.
Kenaikan suku bunga acuan membuat investor cenderung melirik ke aset berpendapatan tetap seperti obligasi pemerintah, karena imbal hasilnya (yield) akan ikut terkerek dan investor cenderung meninggalkan pasar saham.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/dhf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!
