Jakarta, CNBC Indonesia - Meski masih dalam proses pemulihan ekonomi nasional yang akibat virus covid-19 yang menimbulkan pandemi secara global, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat mampu mengalami penguatan 10,08% secara point-to-point. Pencapaian ini merupakan yang terbaik sejak 2017.
Di level Asia, kinerja IHSG juga tidak buruk-buruk amat. Kenaikan 10,08% membuat IHSG jadi indeks saham dengan kinerja terbaik kelima di Asia. Bahkan di Asia Tenggara, IHSG mampu jadi runner up. Hanya kalah kuat dibandingkan SETI (Thailand).
Sedangkan, jika melihat lebih luas lagi, di kawasan Asia Pasifik, IHSG menduduki peringkat 7 dan secara global berada di ranking 26. Meskipun terlihat tidak terlalu fantastis, namun kinerja positif tersebut patut disyukuri lantaran tahun 2021, Indonesia sempat mengalami gelombang kedua Covid-19 pada Juni-September yang menjadikan Indonesia sebagai episentrum penyebaran wabah di Asia.
Menyongsong tahun 2022, IHSG diprediksi bakal menembus level 7.000-an seiring dengan pemulihan ekonomi yang terus berlanjut secara luas. Sejumlah sektor, terutama yang sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi, bisa melanjutkan kinerja positifnya tahun ini. Meskipun demikian, beberapa sektor juga tercatat dapat menjadi ancaman yang menghambat laju kenaikan IHSG.
Para pelaku pasar juga optimis ekonomi RI bisa tumbuh dengan laju 5% seperti sebelum pandemi. Berdasarkan proyeksi tersebut, beberapa analis memperkirakan IHSG akan mampul mencatatkan kinerja yang positif tahun depan.
Baik analis lokal maupun asing kompak percaya bahwa IHSG dapat memberikan laju pengembalian positif tahun ini. Pertanyaannya adalah seberapa besar IHSG mampu tumbuh?
Dalam proyeksi konservatif dan normal, para analis percaya bahwa IHSG mampu mendobrak level 7.000 pada tahun Macan Air ini.
Sementara itu proyeksi optimis menempatkan IHSG mampu tumbuh hingga di atas Rp 7.500, bahkan tone bullish yang disampaikan oleh broker asal Korea Selatan penguasa pasar modal RI, Mirae Sekuritas, memperkirakan IHSG bisa saja menembus level 8.000 tahun ini.
Menurut catatan Tim Riset CNBC Indonesia sebelumnya, secara historis dalam dua dekade terakhir, median return (tingkat pengembalian investasi) IHSG memang cenderung positif di angka 15%. Jika menggunakan angka ini untuk target upside IHSG 2022, maka memang IHSG bisa mencapai level 7.590 dengan mempertimbangkan level penutupan akhir tahun ini di 6.581.
Lalu di tengah optimisme tersebut, sektor-sektor apa saja yang mungkin dapat menjadi batu ganjalan terhadap laju kenaikan bursa nasional?
Salah satu sektor yang sempat mengalami reli kenaikan nyaris sepanjang tahun 2021 lalu, sektor energi BEI, saat ini sedang dalam fase Koreksi, di mana sektor yang diuntungkan oleh kenaikan harga batu bara tersebut diproyeksikan akan terus menurun hingga ke level sekitar 800, menurut riset dari NH Korindo Sekuritas.
"Konsumsi industri dan listrik akan mendorong harga batu bara pada 2022. Tren kenaikan harga batu bara bertepatan dengan aktivitas industri yang ketat di China dan AS. Kami percaya bahwa penggunaan batu bara untuk industri akan terus berkembang pada tahun 2022. Sejalan dengan kenaikan harga bensin, permintaan batu bara sebagai pengganti pembangkit listrik di China dan AS akan terus meningkat," tulis NH Korindo Sekuritas dalam laporannya.
Broker asal Korea Selatan tersebut juga menambahkan bahwa kekurangan pasokan daya global mampu mendorong harga bahan bakar level yang lebih tinggi mengingat eksportir batu bara utama, seperti Australia dan Rusia menghadapi persediaan batu bara yang semakin menipis akibat Covid-19 sementara ekspor Indonesia mengalami curah hujan yang tinggi dan pembatasan ekspor dari pemerintah.
Sementara itu, permintaan batu bara China dan India yang melonjak telah melampaui pasokan yang tersedia. Oleh karena itu, ketergantungan dua negara raksasa tersebut pada impor batu bara dapat berfungsi sebagai katalis positif untuk harga batu bara pada tahun 2022 meskipun pembatasan harga dan intervensi pasokan oleh pemerintah Cina.
NH Korindo memprediksi harga batu bara global tahun ini berada di kisaran US$ 145-165/Mt, sedangkan harga minyak mentah diperkirakan berada di sekitar level US$ 82-86/barrel.
Meskipun secara luas sektor energi diperkirakan akan mengalami koreksi, beberapa emiten batu bara utama diprediksi mampu tumbuh tahun ini, seperti Bukit Asam (PTBA) yang akan memperluas pasar ekspor ke Bangladesh dan siap melakukan diversifikasi bisnis melalui proyek dimethyl ether (DME) bersama Pertamina. Emiten lain seperti Adaro Energi (ADRO) yang sedang menyelesaikan pembangkit listrik skala besar dan masuk ke segmen bahan bakar hijau, juga diperkirakan mampu tumbuh.
Selanjutnya, meskipun sektor perbankan diprediksi akan kembali menjadi penopang IHSG tahun ini, namun NH Korindo memberikan catatan bahwa persaingan untuk dana pihak ketiga (DPK), akan tetap menjadi tantangan utama di antara bank-bank kecil.
Kemudian, khusus saham-saham bank digital atau bank mini (dengan modal inti di bawah Rp 5 triliun) yang pada tahun 2021 sudah melonjak 'gila-gilaan', investor masih perlu mencermati kemungkinan aksi korporasi lanjutan dari bank digital.
Investor dapat memilih saham-saham bank digital yang memiliki ekosistem dan dibekingi oleh investor strategis yang kuat.
Terakhir, terdapat sektor teknologi yang menjadi outlier pada tahun 2021, dengan kenaikan sebesar 402% sejak diperkenalkannya IDX-Industrial Classification (IDX-IC) pada 25 Januari 2021.
Kehebohan akan maraknya akselerasi transformasi digital telah membantu saham-saham yang sebelumnya kurang dikenal seperti DMMX, TFAS, dan DCII memperoleh momentum untuk dapat menghasilkan kenaikan spektakuler. Momentum tersebut akhirnya melambat pada paruh kedua tahun 2021, terseret oleh harga saham e-commerce unicorn Bukalapak.com (BUKA) yang terus terkoreksi dan kini diperdagangkan jauh di bawah harga IPO pada bulan Agustus tahun lalu.
Setelah cenderung loyo pada paruh kedua 2021, NH Korindo memprediksi sektor teknologi sedang dalam tahap akumulasi di rentang 8.590-10.200. Meski demikian sektor ini memiliki potensi untuk terus menguat (bull flag) menuju 12.700.
Pesatnya transformasi digital dan ekonomi digital akan menjadi penopang utama sektor teknologi. Pandemi Covid-19 yang membuat orang membatasi jarak fisik juga membuat tren belanja online semakin digandrungi.
Sejumlah aturan khusus dari pihak regulator untuk sektor teknologi juga bisa menjadi katalis positif.
Selain itu, rencana IPO dari perusahaan teknologi raksasa, seperti GoTo, Traveloka, hingga jasa kurir SiCepat akan menjadi sentimen positif juga untuk sektor teknologi pada 2022.