
Perdagangan Terakhir 2021, Rupiah "Goyang" Bang!

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah "goyang" alias bergerak fluktuatif melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Jumat (31/12). Rupiah berpeluang mengakhiri perdagangan terakhir 2021 ini di zona hijau setelah 4 hari tidak pernah menguat.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.265/US$, setelahnya rupiah sempat menguat 0,28% ke Rp 14.225/US$ sebelum berbalik melemah 0,07% ke Rp 14.275/US$ pada pukul 9:13 WIB.
Pergerakan fluktuatif rupiah terjadi akibat perdagangan yang sepi jelang penutupan tahu. Meski demikian, China memberikan kabar baik hari ini.
Data yang dirilis dari Negeri Tiongkok menunjukkan sektor manufaktur mempercepat ekspansi yang meredakan kecemasan akan pelambatan ekonomi China.
Aktivitas manufaktur China yang dilihat dari purchasing managers' index (PMI) di bulan Desember naik menjadi 50,3 dari bulan sebelumnya 50,1. Sebelumnya mengalami ekspansi di November, PMI manufaktur China terkontraksi dalam dua bulan beruntun.
PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di atasnya berarti ekspansi, sementara di bawahnya kontraksi.
Ekspansi sektor manufaktur China tentunya memberikan sentimen positif, sebab merupakan mitra dagang utama Indonesia. Perekonomian China yang berputar lebih cepat akan meningkatkan impor dari Indonesia.
Apalagi, China merupakan salah satu konsumen terbesar komoditas ekspor andalan Indonesia, yakni minyak sawit mentah (CPO) dan batu bara. Kenaikan kedua komoditas tersebut membuat neraca dagang Indonesia mencatat surplus 19 bulan beruntun.
Surplus tersebut akan membantu transaksi berjalan (current account) Indonesia agar tidak mengalami defisit yang besar bahkan bisa mencatat surplus.
Defisit transaksi berjalan yang tidak besar atau jika bisa surplus akan memberikan dampak positif ke rupiah.
Selain itu, sentimen positif dari perkembangan virus corona Omicron masih bisa membantu rupiah menguat.
penguatan.
Sebelumnya, hasil studi di Afrika Selatan menunjukkan orang-orang yang terinfeksi Omicron, terutama yang sudah divaksin memiliki, akan memiliki imun yang lebih kuat dalam menghadapi varian Delta.
Terbaru, John Bell, profesor kedokteran di Universitas Oxford serta penasehat pemerintah Inggris menyatakan pemandangan horor gelombang Covid-19 sudah menjadi sejarah.
Saat berbicara di BBC Radio 4, Bell menganalisa data dari Inggris di mana penambahan kasus per hari mencapai rekor tertinggi, dan penerimaan pasien di rumah sakit berada di level tertinggi sejak bulan Maret. Tetapi, Bell mengatakan jumlah orang yang berada di ICU, khususnya yang sudah divaksinasi masih sangat, sangat rendah.
Kemudian dari Amerika Serikat, ahli penyakit menular Gedung Putih Anthony Fauci memperkirakan penyebaran Omicron di Negeri Paman Sam akan mencapai puncaknya pada akhir Januari.
Sebelumnya dalam konferensi pers Gedung Putih, Fauci juga mengatakan jika data yang ada saat ini menunjukkan Omicron tidak menimbulkan penyakit berat seperti varian Delta.
Selain itu Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus juga optimistis fase akut dari pandemi bisa berakhir di tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
