
Ikuti Tren Wall Street, IHSG Tembus 6.600 di Penutupan Sesi 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bertahan di zona hijau hingga penutupan sesi pertama Selasa (28/12/2021), mengikuti sentimen positif dari Wall Street yang sempat mencetak rekor baru.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia, IHSG berakhir di level 6.606,075 atau bertambah 30,63 poin (+0,47%) pada penutupan siang. Dibuka naik 0,19% ke 6.588,134, indeks acuan utama bursa ini sukses menembus level psikologis 6.600.
Level pra-pembukaan 6.586,52 menjadi level terendahnya sementara level tertinggi dicapai pada pukul 09:50 WIB di level 6.612,003. Mayoritas saham hari ini menguat yakni sebanyak 266 unit, sedangkan 228 melemah, dan 167 sisanya flat.
Nilai perdagangan masih terbatas di level Rp 6,11 triliun dengan melibatkan 18 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 802.000-an kali. Investor asing hari ini mencetak pembelian bersih (net buy), senilai Rp 217,58 miliar.
Saham yang mereka buru terutama adalah PT United Tractors Tbk (UNTR) dan PT Bank Jago Tbk (ARTO) dengan nilai pembelian bersih masing-masing sebesar Rp 47,2 miliar dan Rp 45,4 miliar. Keduanya menguat masing-masing sebesar 3,97% dan 1,78% ke Rp 22.900 dan Rp 17.125/saham.
Sebaliknya, saham yang jual terutama adalah PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dengan nilai penjualan bersih masing-masing sebesar Rp 14,4 miliar dan Rp 12,2 miliar. Keduanya bergerak berlawanan arah, di mana SMGR melemah 0,34% menjadi Rp 7.375 sementara PGAS tumbuh 0,71% ke Rp 1.415/saham.
Dari sisi nilai transaksi, saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dan JAGO meraja dengan total nilai perdagangan masing-masing sebesar Rp 453,3 miliar dan Rp 328,2 miliar, diikuti PT Metro Healthcare Indonesia Tbk (CARE) senilai Rp 208,2 miliar.
Reli IHSG terjadi di tengah pergerakan bursa utama Asia yang variatif cenderung menguat, di mana indeks Shanghai dan Shenzhen melemah masing-masing sebesar 0,16% dan 0,06% sementara Nikkei Jepang memimpin reli sebesar 1,15%.
Sentimen positif muncul dari Amerika Serikat (AS) di mana Wall Street terus menanjak dan bahkan mencetak rekor tertinggi baru meski ada 52 juta kasus infeksi baru Covid-19 menyusul penyebaran Omicron.
Namun, infeksi varian terbaru Covid-19 tersebut terkonfirmasi tidak memicu gejala parah dan dipercaya tidak akan menyebabkan pelambatan ekonomi, dan malah mempercepat berakhirnya pandemi.
"Kami tidak yakin Omicron akan mempengaruhi outlook pertumbuhan ekonomi secara signifikan, justru sepertinya akan mempercepat akhir pandemi," tutur analis JPMorgan Dubravko Lakos-Bujas, seperti dikutip CNBC International.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article The Fed Kian Agresif, IHSG Terlempar ke Zona Merah di Sesi 1