Rupiah Melesat 1%, Kini Bertengger di Level Psikologis 14.200
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah sepanjang pekan ini melesat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah tingginya inflasi di Negara Adidaya dan optimisme bahwa negara berkembang menjadi sasaran investasi menarik di tengah inflasi yang lebih terkendali ketimbang di AS.
Mata Uang Garuda berada di level Rp 14.220 per dolar AS pada Jumat (24/12/2021), atau melesat 0,86% dari posisi penutupan Kamis. Sepanjang pekan, rupiah juga terhitung melesat, yakni sebesar 1,01% (145 poin). Sepekan sebelumnya, rupiah juga menguat, sebesar 0,03%.
Penguatan terjadi selama 4 hari beruntun dari Selasa hingga Jumat, dengan koreksi tipis hanya pada Senin sebesar 0,07%. Dengan kinerja tersebut, rupiah pun terbang meninggalkan level psikologis 14.300.
Penguatan rupiah terjadi di tengah pelemahan dolar AS sebagaimana terlihat dari indeks dolar (terhadap enam kurs negara mitra dagang utamanya) yang melemah dari 96,638 pada akhir pekan lalu menjadi 96,144 pada akhir pekan ini.
Tekanan dolar AS terjadi sekalipun bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) diperkirakan bisa menaikkan suku bunga mulai Maret 2020. Apalagi, inflasi berdasarkan Personal Consumption Expenditure (PCE) kembali menunjukkan kenaikan.
Fakta dolar AS yang terus tertekan meski suku bunga segera dinaikkan menjadi sinyal bahwa Greenback kalah menjanjikan dibandingkan dengan aset di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Investor kian yakin untuk menempatkan dana mereka di aset portofolio negara berkembang, termasuk yang berbasis rupiah, karena mereka kian optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi global bakal terus terjadi.
Varian terbaru Covid-19, yakni Omicron, terindikasi secara klinis memiliki tingkat fatalitas yang rendah. Artinya, jika terjadi penyebaran Omicron, tak akan terjadi kelumpuhan sistem layanan kesehatan seperti yang terjadi pada varian Delta.
Studi tersebut dikonfirmasi di Afrika Selatan dan Inggris. Di benua lain, yakni Amerika, pemerintah Amerika Serikat (AS) memberikan izin edar bagi dua obat penanganan Covid-19 yang dirilis oleh Pfizer dan Merck.
Kedua kabar tersebut menjadi kado Natal tahun ini, menghapus kekhawatiran yang dalam sebulan terakhir menyelimuti pemodal global mengenai peluang terjadinya gelombang ketiga pandemi, dan pembatasan sosial (lockdown) skala besar.
Ke depan, ada harapan bahwa Omicron justru mengakhiri pandemi seperti yang terjadi pada Spanish Flu pada 1918 di mana masyarakat dan virus H1N1 saat itu sudah bisa berdamai dan hidup bersama, sampai sekarang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)