The Fed Bisa Naikkan Suku Bunga di Maret 2022, Rupiah Sehat?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Jumat, 24/12/2021 12:08 WIB
Foto: Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) di Jumat (24/12) pagi tadi. Tetapi, penguatan tersebut semakin terpangkas hingga pertengahan perdagangan.

Melansir data Refinitiv, rupiah langsung melesat 0,54% ke Rp 14.170/US$ yang merupakan level terkuat sejak 1 November lalu. Namun, pada pukul 12:00 WIB, penguatan rupiah tersisa 0,03% saja di Rp 14.230/US$.

Di sisa perdagangan hari ini rupiah berpeluang kembali ke bawah Rp 14.200/US$ melihat pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang masih berada di bawah level tersebut.


NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.

PeriodeKurs Pukul 8:54 WIBKurs Pukul 11:54 WIB
1 PekanRp14.141,70Rp14.170,5
1 BulanRp14.146,60Rp14.194,0
2 BulanRp14.192,80Rp14.232,0
3 BulanRp14.229,50Rp14.278,0
6 BulanRp14.370,90Rp14.414,0
9 BulanRp14.506,00Rp14.551,0
1 TahunRp14.693,50Rp14.738,0
2 TahunRp15.150,00Rp15.219,0

Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.

Sebelumnya rupiah sudah mencatat penguatan 3 hari beruntun. Jika ditambah dengan pagi ini secara persentase rupiah sudah melesat 1,43%. Penguatan tersebut terbilang cukup tajam, sehingga memicu aksi ambil untung yang membuat rupiah mengendur.

Apalagi, bank sentral AS (The Fed) kini diperkirakan bisa menaikkan suku bunga di bulan Maret setelah inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) kembali menunjukkan kenaikan.

Departemen Perdagangan AS kemarin melaporkan inflasi PCE di bulan November melesat 5,7% year-on-year (yoy). Inflasi di bulan November tersebut merupakan pertumbuhan tertinggi sejak Juli 1982.

Sementara inflasi inti PCE tumbuh 4,7%, tertinggi sejak September 1983.

Inflasi PCE merupakan acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter. Pada pekan lalu, The Fed mengumumkan mempercepat normalisasi kebijakan moneternya. Tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) nilainya ditingkatkan menjadi US$ 30 miliar setiap bulan dari sebelumnya US$ 15 miliar.

Dengan demikian QE The Fed bisa berakhir di bulan Maret. Setelahnya, The Fed akan menaikkan suku bunga, dan memberikan proyeksi kenaikan sebanyak 3 kali di tahun depan.

Pasar melihat The Fed berpeluang menaikkan suku bunga paling cepat di bulan Maret 2022. Hal ini terlihat di perangkat FedWatch milik CME Group, di mana ada probabilitas sebesar 53,8% The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5%.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS