Berakhir di Bawah Rp 14.300/US$, Rupiah Sukses Menguat 2 Hari

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 December 2021 15:19
foto : CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses mempertahankan penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (22/12), meski harus terpangkas lebih dari setengahnya. Dolar AS yang sedang mengalami koreksi, serta sentimen pelaku pasar yang sedang bagus membuat rupiah sempat menyentuh level terkuat dalam satu bulan terakhir dan membukukan penguatan 2 hari bertuntun.

Begitu perdagangan dibuka, rupiah melesat 0,37% ke Rp 14.260/US$. Apresiasi rupiah bertambah menjadi 0,58% ke Rp 14.230/US$ yang merupakan level terkuat sejak 19 November lalu.

Sayangnya, laju rupiah terhenti di level tersebut. Penguatan malah terus terpangkas dan mengakhiri perdagangan di Rp 14.285/US$, menguat 0,2% di pasar spot.

Penguatan bursa saham global sejak kemarin menjadi indikasi sentimen pelaku pasar mulai membaik yang menguntungkan bagi rupiah. Sebagai mata uang emerging market, rupiah akan menarik ketika sentimen pelaku pasar membaik, begitu juga sebaliknya.

Investor di seluruh dunia, baik di Amerika Serikat (AS), Eropa, maupun di Asia Pasifik sendiri kemarin cenderung bersepakat bahwa varian terbaru Covid-19 berjulukan Omicron tersebut tidak akan membanting perekonomian dunia.

Betul bahwa beberapa negara melakukan pengetatan kegiatan ekonomi dan pembatasan sosial (lockdown). Namun, dampaknya diprediksi bakal lebih terukur dan bersifat jangka pendek setelah karakteristik Omicron yang lebih "bersahabat" akhirnya terbukti secara klinis.

Artinya, jika nanti Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengonfirmasi hipotesis bahwa Omicron memang tak memicu komplikasi, maka dalam hitungan hari dan bahkan jam pemerintah dari berbagai negara akan mencabut kembali lockdown.

Di sisi lain, indeks dolar AS juga mengalami koreksi dalam dua hari terakhir. Data tersebut menunjukkan, ada yang aneh dari posisi spekulatif dolar AS.

Posisi spekulatif dolar AS hanya mengalami kenaikan tipis beberapa hari menjelang pengumuman kebijakan moneter The Fed Kamis (16/12) dini hari waktu Indonesia pekan lalu. Padahal, isu percepatan normalisasi kebijakan moneter sudah berhembus kencang beberapa hari sebelumnya.

Data dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC) AS menunjukkan posisi beli bersih (net long) dolar AS naik menjadi US$ 19,51 miliar dalam sepekan yang berakhir 14 Desember, dari pekan sebelumnya sebesar US$ 19,46 miliar.

Kenaikan tersebut terbilang kecil jika melihat The Fed yang agresif dalam menormalisasi kebijakan moneternya dengan peluang kenaikan suku bunga sebanyak 3 kali di tahun depan. Posisi spekulatif tersebut merupakan dolar AS terhadap yen, poundsterling, euro, franc, dolar Kanada dan Australia.

Sementara untuk posisi spekulatif terhadap mata uang yang lebih luas, termasuk beberapa mata uang emerging market, posisi net long dolar AS malah turun menjadi US$ 19,67 miliar dari sebelumnya US$ 19,9 miliar.

Data tersebut menunjukkan daya tarik dolar AS mulai terkikis, terutama di hadapan mata uang emerging market yang memberikan imbal hasil lebih tinggi, seperti rupiah. 

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular