
Tiba-Tiba Trengginas, Rupiah Nyaris Tembus Rp 14.300/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (21/12). Padahal di awal perdagangan rupiah sempat mengalami tekanan. Rupiah kemudian berbalik menguat menjelang tengah hari, dan menjadi trengginas menjelang penutupan perdagangan.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.375/US$. Setelahnya rupiah melemah tipis 0,03% ke Rp 14.380/US$. Setelahnya rupiah sukses masuk ke zona hijau. Apresiasi semakin besar hingga mencapai 0,52% ke Rp 14.300/US$.
Di penutupan perdagangan, rupiah sedikit mengendur, berada di Rp 14.313/US$ atau menguat 0,43%.
Sebagai mata uang emerging market, rupiah tidak diuntungkan ketika sentimen pelaku pasar memburuk akibat penyebaran virus corona Omicron. Dolar AS yang menyandang status safe haven lebih menjadi pilihan, hal tersebut yang membuat rupiah melemah.
Cepatnya penyebaran Omicron dikhawatirkan membuat banyak negara kembali menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown) yang dalam memicu pelambatan ekonomi global. Hal tersebut membuat sentimen pelaku pasar memburuk, dan menyulitkan rupiah menguat meski dolar AS sedang tertekan.
Namun dolar AS sebenarnya sedang dalam tekanan sejak awal pekan kemarin, terlihat dari penurunan indeksnya.
Pelemahan tersebut terjadi mengikuti penurunan yield obligasi AS (Treasury) setelah stimulus fiskal di Negeri Paman Sam kemungkinan besar tidak akan cair. Stimulus berupa paket investasi tersebut disebut Build Back Better.
Senator Joe Manchin, yang menjadi kunci politik guna meloloskan paket investasi Presiden AS Joe Biden senilai US$ 1,75 triliun atau lebih dari Rp 25.000 triliun (kurs Rp 14.375/US$), menyatakan tidak akan mendukung paket tersebut. Goldman Sachs pun langsung memangkas proyeksi pertumbuhan AS.
"Pelemahan dolar AS terjadi akibat masalah Build Back Better. Stimulus yang lebih sedikit membuat pertumbuhan ekonomi lebih lemah, dan yield Treasury menurun. Hal itu cukup menekan dolar AS," kata Kyle Rodda, analis di IG markets, sebagaimana dilansir Reuters.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Sri Mulyani Tebar Optimisme, Rupiah Bangkit
Salah satu pemicu rupiah berbalik menguat yakni yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang optimistis perekonomian Indonesia tumbuh lebih dari 5% di kuartal IV-2021.
"Momentum pemulihan ekonomi kembali menguat setelah terinterupsi varian delta. Untuk 2021, ekonomi diperkirakan tumbuh 3,5-4% dan pada kuartal IV tumbuh di atas 5% karena akselerasi yang kuat," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita periode Desember 2021, Selasa (21/12/2021).
Kebangkitan ekonomi Indonesia ini tercermin dari data penerimaan pajak. Hampir semua jenis pajak sudah tumbuh positif, jauh berbeda dengan tahun lalu.
Misalnya PPh 21, yang dibayarkan oleh karyawan. Pada Januari-November 2021, penerimaan PPh 21 tumbuh 3,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (cumulative-to-cumulative/ctc). Pada Januari-November 2021, penerimaan PPh 21 turun 5,2% ctc.
"Ini menggambarkan pemulihan ekonomi menciptakan kesempatan kerja dan menimbulkan penerimaan PPh 21," kata Sri Mulyani.
Selain itu, penerimaan negara diyakini bisa mencapai target Rp 1.743,6 triliun pada tahun ini.
Hingga akhir November 2021, beberapa pos penerimaan sudah mencapai target. Seluruhnya disebabkan oleh lonjakan harga komoditas, terutama batu bara dan minyak kelapa sawit yang harganya alami kenaikan dalam setahun terakhir.
Lihat saja penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tumbuh 25,4% menjadi Rp 382,5 triliun atau 128,3% dari target APBN. Kenaikan ditopang oleh pendapatan SDA migas 24,7% dan non migas 86,9% di mana masing-masing sudah berada di atas target.
Sementara itu untuk kepabeanan cukai mencapai Rp 232,3 triliun atau tumbuh 26,6% yoy. Realisasi ini bahkan sudah dulu melebihi target, yakni 108%.
Penerimaan pajak tumbuh 17% mencapai Rp 1.082,6 triliun atau 88% dari target. Kenaikan tertinggi ada pada PPh migas dengan 57,7% dan non migas tumbuh 12,6%. PPN tumbuh 19,8% dan PBB tumbuh minus 6,2% dan pajak lainnya tumbuh 79,7%.
Kemudian defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada akhir November Rp 611 triliun atau turun drastis menjadi 3,63% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dibandingkan November 2020 yang mencapai 5,73% PDB.
"Ini cerita pemulihan ekonomi alami penyehatan kembali. Karena covid hantam semua masyarakat sosial dan ekonomi dan APBN," ungkap Sri Mulyani.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
