
Merespons Lockdown Inggris, IHSG Merah pada Penutupan Sesi 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambruk pada penutupan perdagangan sesi pertama Senin (20/12/2021), di tengah kekhawatiran seputar pemberlakuan pembatasan sosial (lockdown) untuk menangani dampak pandemi.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia, IHSG berakhir di level 6.579,129 atau turun 38,22 poin (-0,58%) pada penutupan siang. Dibuka melemah 0,46% ke 6.571,345, indeks acuan utama bursa ini tak sempat menguat dan ambles hingga level terendahnya pada 6.547,258 pukul 10:30.
Level tertinggi hariannya hanya pada 6.547,258 yang merupakan level pra-pembukaan. Sebanyak 315 saham di zona merah, sementara 202 lainnya masih hijau, dan 152 sisanya flat.
Nilai perdagangan kian menipis ke level Rp 5,2 triliun dengan melibatkan 12 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 744.000-an kali. Investor asing hari ini masih mencetak penjualan bersih (net sell), senilai Rp 264,5 miliar.
Saham yang mereka lego terutama adalah PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan nilai penjualan bersih masing-masing sebesar Rp 32,1 miliar dan Rp 28,6 miliar. Keduanya bergerak berlawanan arah, di mana BMRI surut 0,7% ke Rp 7.100 dan dan BBRI menguat 0,24% Rp 4.120/saham.
Sebaliknya, saham yang masih mereka buru antara lain PT Digitl Mediatama Maxima Tbk (DMMX) dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) dengan nilai pembelian bersih masing-masing Rp 7,3 miliar dan Rp 5 miliar. Saham DMMX naik 1,14% ke Rp 2.660 dan INTP menguat 0,88% ke Rp 11.500/saham.
Dari sisi nilai transaksi, saham PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) dan PT Bank Jago Tbk (ARTO) memimpin dengan total nilai perdagangan masing-masing sebesar Rp 331,9 miliar dan Rp 306,2 miliar, diikuti PT Metro Healthcare Indonesia Tbk (CARE) senilai Rp 209 miliar.
Koreksi IHSG terjadi bersamaan dengan tren pelemahan di bursa Asia. Indeks Nikkei Jepang memimpin koreksi setelah tertekan hingga 1,8%, diikuti indeks KOSPI Korea Selatan yang turun sebesar 1,59%.
Pekan lalu, Menteri Kesehatan Afrika Selatan Joe Phaahla mengatakan bahwa hanya 1,7% dari kasus teridentifikasi Covid-19 yang dirujuk di rumah sakit selama 2 pekan terakhir. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan tingkat keparahan yang ditimbulkan oleh varian Delta, di mana 19% dari penderitanya harus dirawat di rumah sakit karena bergejala parah.
Namun, bagi pelaku pasar, isunya bukan hanya di situ saja melainkan pada respons negara-negara di dunia, terutama negara maju. Jika tingkat keparahan kecil tetapi kebijakan lockdown diberlakukan dalam skala luas, maka tak ada alasan untuk memburu aset riskan di pasar saham.
Terbaru, Walikota London Sadiq Khan mengumumkan status "insiden besar" pada hari Minggu kemarin, menyusul lonjakan infeksi Covid-19 akibat varian Omicron. Dia mempertimbangkan untuk kembali memberlakukan lockdown.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Saham Bank Diburu, IHSG Awet Menghijau Hingga Closing Sesi 1