Meski Dihantui Omicron, Rupiah Tunjukkan Sinyal Penguatan!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 December 2021 09:33
foto : CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah berfluktuasi di awal perdagangan Senin (20/12) setelah menguat tipis 0,03% sepanjang pekan lalu. Pergerakan tersebut menjadi indikasi rupiah bisa menguat pada hari ini meski dibayangi sentimen negatif dari penyebaran virus corona varian Omicron.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,07% di Rp 14.375/US$. Depresiasi rupiah bertambah menjadi 0,1% sebelum berbalik menguat tipis 0,03% di Rp 14.360/US$.

Pada pukul 10:15 WIB, rupiah kembali melemah 0,07%.

Sentimen pelaku pasar saat ini sedang memburuk akibat penyebaran Omicron, terlihat dari merosotnya bursa saham Asia pagi ini.

Menjelang Natal dan Tahun baru, pergerakan masyarakat biasanya akan mengalami peningkatan, hal ini berpotensi memicu ledakan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) varian Omicron yang dikatakan lebih mudah menular.

Hal tersebut dapat membuat negara-negara kembali menerapkan pembatasan sosial yang lebih ketat, hingga lockdown.

Belanda menjadi salah satu negara yang sudah memberlakukan kebijakan lockdown wilayah secara ketat selama periode Natal sampai dengan pertengahan Januari 2022 mendatang.

Di Indonesia baru ada 3 kasus positif Omicron. 1 orang pertama sudah dinyatakan negatif dan tidak bergejala sementara dua lainnya masih menjalani karantina.

Meski lebih mudah menyebar ketimbang varian lainnya, Omicron dikatakan tidak menimbulkan gejala yang berat. Hal ini semestinya menjadi sentimen positif karena menunjukkan bahwa tingginya transmisi Omicron tak lantas berpeluang memicu lumpuhnya layanan kesehatan dan memicu problem pandemi yang lebih besar.

Seandaianya virus Omicron tidak membuat sentimen pelaku pasar memburuk, rupiah sebenarnya cukup kuat. Hal tersebut terlihat dari pergerakannya pekan lalu ketika mampu menguat meski bank sentral AS (The Fed) mempercepat normalisasi kebijakan moneternya, dan memproyeksikan kenaikan suku bunga 3 kali di tahun depan.

Meski The Fed bisa menaikkan suku bunga sebanyak 3 kali, riil yield di Amerika Serikat masih akan negatif tahun depan, yang membuat rupiah masih kuat.

Saat ini yield Treasury tenor 10 tahun berada di 1,4582%. Jika tahun depan The Fed menaikkan suku bunga sebanyak 3 kali sebesar 75 basis poin, hitung-hitungan kasar yield Treasury juga akan ikut naik 75 basis poin sehingga menjadi sekitar 2,2%.

Sementara inflasi di tahun depan, The Fed memperkirakan sebesar 2,6%, lagi-lagi hitungan kasar, riil yield di AS masih akan negatif sekitar 0,4%.

Apalagi itu jika The Fed menaikkan suku bunga sebanyak 3 kali. Sementara ketua The Fed, Jerome Powell, mengatakan suku bunga akan dinaikkan jika pasar tenaga kerja maksimum sudah tercapai.

Artinya, jika kondisi pasar tenaga kerja maksimum belum tercapai, The Fed bisa jadi akan menunda menaikkan suku bunga atau hanya menaikkan satu atau dua kali, sehingga riil yield bisa negatif lebih dalam lagi. Hal tersebut membuat dolar AS tertekan.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular