
IHSG Sesi 1 DItutup Merah, Terseret Sentimen Negatif Inggris

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambles ke zona merah pada penutupan perdagangan sesi pertama Jumat (17/12/2021), di tengah kekhawatiran seputar pengetatan moneter negara maju yang lebih dini dari perkiraan.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia, IHSG berakhir di level 6.567,210 atau turun 27,6 poin (-0,42%) pada penutupan siang. Dibuka melemah 0,15% ke 6.584,887, indeks acuan utama bursa ini sempat berusaha menguat dan menyentuh level tertinggi pada 6.609,045 jelang pukul 10:00.
Namun, koreksi berlanjut selepas itu sehingga IHSG menyentuh level terendah hariannya pada 6.559,303 pukul 11:20 WIB. Sebanyak 291 saham merah, sementara 219 lain masih hijau, dan 162 sisanya flat.
Nilai perdagangan masih tipis di level Rp 6,7 triliun dengan melibatkan 17 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 802.000-an kali. Investor asing hari ini masih mencetak penjualan bersih (net sell), senilai Rp 33,5 miliar.
Saham yang mereka lego terutama adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dengan nilai penjualan bersih masing-masing sebesar Rp 76,6 miliar dan Rp 38,8 miliar. Keduanya tertekan, masing-masing sebesar 0,7% dan 1,5% ke Rp 4.110 dan Rp 4.040/saham.
Sebaliknya, saham yang masih mereka buru antara lain PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dengan nilai pembelian bersih masing-masing Rp 89,4 miliar dan Rp 14,3 miliar. Saham BMRI naik 1% ke Rp 7.350 dan ITMG menguat 2,25% ke Rp 20.450/saham.
Dari sisi nilai transaksi, saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) dan PT Karya Bersama Anugerah Tbk (KBAG) memimpin dengan total nilai perdagangan masing-masing sebesar Rp 392,5 miliar dan Rp 309,9 miliar, diikuti TLKM senilai Rp 265,6 miliar.
Koreksi IHSG terjadi bersamaan dengan tren pelemahan di bursa Asia. Indeks Nikkei Jepang memimpin koreksi setelah tertekan hingga 1,8%, disusul indeks Shenzhen China yang turun sebesar 1,35%.
Sentimen negatif datang dari bank sentral Inggris yang menaikkan suku bunga acuannya dari 0,1% menjadi 0,25%, menjadi kenaikan yang pertama di antara bank sentral negara maju sejak era pandemi.
Pemicu perubahan kebijakan moneter menjadi ketat tersebut terjadi setelah inflasi Inggris per November menyentuh level tertinggi 10 tahun pada 5,1% atau jauh lebih tinggi dari target Bank of England (BoE) yang memperkirakan angka 2%, dan juga lebih tinggi dari posisi Oktober sebesar 4,2%.
Pengetatan kebijakan moneter secara mendadak di negara maju sempat memicu pembalikan dana global dari negara-negara berkembang dan memicu gejolak di sektor keuangan, seperti yang terjadi pada tahun 2013.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Saham Bank Diburu, IHSG Awet Menghijau Hingga Closing Sesi 1