
Pestanya Bubar Gegara Omicron! Rupiah - IHSG ke Zona Merah!

Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Â Pasar finansial dalam negeri sebenarnya "berpesta" di awal perdagangan Kamis (16/12). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah menghijau, sebab sentimen pelaku pasar sedang bagus pasca pengumuman kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed).
Tetapi arah angin langsung berubah setelah setelah Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memberikan keterangan pers perihal perkembangan pandemi Covid-19 secara virtual, Kamis (16/12/2021).
IHSG yang sebelumnya menguat lebih dari 0,5% berbalik melemah 0,48%. Kemudian rupiah yang menguat 0,14% dan nyaris menembus Rp 14.300/US$ di awal perdagangan berbalik melemah 0,07% di Rp 14.340/US$.
BGS, sapaan akrab Budi Gunadi Sadikin, siang tadi mengungkapkan Kemenkes sudah mendeteksi virus corona varian omicron di tanah air.
"Kemenkes tadi malam mendeteksi ada seorang pasien N terkonfirmasi omicron pada tanggal 15 Desember," ujarnya.
Menurut BGS, data-data itu juga sudah dikonfirmasikan ke GISAID. Kemudian GIASID juga sudah mengonfirmasi data sequencing benar adalah omicron.
Omicon merupakan varian virus corona yang paling mudah menular dibandingkan varian lainnya. Meski dikatakan hanya menimbulkan gejala ringan, tetapi jika penyebarannya semakin meluas dikhawatirkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) akan kembali diperketat, dan membuat perekonomian kembali melambat.
Sebelumnya, pasar finansial dalam negeri menghijau setelah pengumuman kebijakan moneter The Fed dini hari tadi tidak memicu gejolak di pasar finansial global yang disebut taper tantrum.
Dalam pengumuman tersebut, kebijakan yang diambil Ketua The Fed, Jerome Powell, beserta kolega semuanya sesuai prediksi pelaku pasar global. Tidak ada kejutan, The Fed memang secara agresif mempercepat normalisasi kebijakan moneternya, tetapi semuanya sudah ditakar.
Tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) diperbesar menjadi US$ 30 miliar setiap bulannya dari saat ini US$ 15 miliar. QE The Fed saat ini nilainya US$ 90 miliar sehingga mulai bulan Januari QE The Fed nilainya sebesar US$ 60 miliar, dan terus dikurangi setiap bulannya, hingga berakhir di bulan Maret.
Percepatan tapering tersebut persis dengan prediksi pelaku pasar, sehingga tidak ada kejutan.
Kemudian untuk suku bunga, dilihat dari Dot Plot anggota Federal Open Market Committee (FOMC), akan ada tiga kali kenaikan suku bunga di tahun depan. Lagi-lagi sesuai dengan perkiraan pelaku pasar, yang tercermin dari perangkat FedWatch milik CME Group.
Pasca pengumuman tersebut, yield obligasi AS (Treasury) tenor 10 tahun mengalami kenaikan 0,17 basis poin menjadi 1,4582%. Kenaikan tersebut terbilang biasa saja, tidak ada lonjakan yield Treasury yang bisa memicu taper tantrum seperti di tahun 2013. Selain itu, indeks dolar AS bukannya menguat malah turun 0,23% pada perdagangan Rabu.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> BI Tahan Suku Bunga 10 Bulan Beruntun
Bank Indonesia (BI) telah menyelesaikan Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Desember 2021. Hasilnya, seperti dugaan, suku bunga acuan dipertahankan.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 15-16 Desember 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%," sebut Gubernur Perry Warjiyo saat membacakan hasil keputusan rapat, Kamis (16/12/2021).
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan MH Thamrin tetap mempertahankan suku bunga acuan 3,5%. Dari 10 institusi yang terlibat, semuanya sepakat bulat.
BI 7 Day Reverse Repo Rate sudah berada di 3,5% sejak Februari 2021. Suku bunga acuan 3,5% adalah yang terendah sepanjang sejarah Indonesia merdeka.
Bank Indonesia juga memberikan proyeksi yang optimistis terhadap perekonomian Indonesia.
Di tahun ini BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 3,2% hingga 4,4%, sementara tahun depan bisa di atas 5%.
"BI perkirakan pertumbuhan ekonomi domestik 2022 tumbuh menjadi 4,7% sampai 5,5%," imbuhnya.
Sementara itu merespon kebijakan outlook kebijakan moneter The Fed, BI memprediksi hanya akan ada satu kenaikan, berbeda dengan Fed dot plot tiga kali kenaikan.
BI melihat The Fed baru akan menaikkan suku bunga di kuartal III atau IV-2022.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
