Nggak Nyangka! 3 Orang Terkaya Baru RI Dapat Duit dari Sini

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
15 December 2021 16:20
Otto Sugiri Founder DCII dan EDGE. (Dok: DCII)
Foto: Otto Sugiri Founder DCII dan EDGE. (Dok: DCII)

Jakarta, CNBC Indonesia - Meroketnya harga saham emiten pusat data (data center) PT DCI Indonesia Tbk (DCII) sejak melantai di bursa pada Januari tahun ini turut membuat tiga nama baru masuk ke daftar 50 besar orang terkaya di Indonesia pada 2021 versi Forbes.

Ketiga nama tersebut, yang merupakan para pendiri DCI Indonesia, yakni Otto Toto Sugiri, Marina Budiman dan Han Arming Hanafia.

Otto Toto Sugiri

Menurut laporan Forbes teranyar, Presiden Direktur DCII Otto Toto Sugiri menempati peringkat ke-19 orang terkaya di Tanah Air dengan total kekayaan US$ 2,5 miliar atau setara dengan Rp 35,75 triliun (asumsi kurs Rp 14.300/US$).

Berdasarkan penjelasan Forbes, sumber kekayaan Otto Toto Sugiri berasal dari bisnis data center.

Perusahaan pertamanya PT Sigma Cipta Caraka, yang ia dirikan pada tahun 1989, adalah salah satu perusahaan perangkat lunak rumahan paling awal di Indonesia dan menjadi salah satu yang terbesar berdasarkan penjualan, mengalahkan persaingan dari penyedia perangkat lunak impor.

PT Sigma Cipta Caraka kemudian diakuisisi oleh PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) melalui TelkomMetra pada 2010 dan berganti nama menjadi Telkom Sigma.

Dari sana, pemegang gelar master of science in engineering dari Universitas Rheinisch-Westfälische Technische Hochschule Aachen, Jerman tersebut, mendirikan penyedia layanan internet pertama di Indonesia, PT Indointernet (sekarang PT Indointernet Tbk/EDGE) pada tahun 1994, yang turut memberikan jutaan orang Indonesia akses ke internet untuk pertama kalinya.

Menurut catatan Forbes, selama booming era dot-com, pria 68 tahun tersebut mendirikan BaliCamp, sebuah perusahaan di pulau resor untuk menetaskan startup dan menawarkan layanan outsourcing.

Kemudian, pada 2011 Toto Sugiri bersama 6 pendiri lainnya mendirikan DCI Indonesia. Berdasarkan amatan Forbes, DCI saat ini menjadi perusahaan pusat data terbesar di Indonesia, menyediakan lebih dari setengah kapasitas lokal di Tanah Air.

Catatan saja, pusat data (data center) adalah fasilitas yang digunakan perusahaan untuk melengkapi aplikasi dan data penting mereka. Secara sederhana, data center dirancang berdasarkan jaringan penyimpanan dan sumber daya komputasi yang memungkinkan transfer aplikasi dan data bersama.

Dari empat vendor perusahaan cloud yang beroperasi di Indonesia--Alibaba, Amazon Web Services, Google Cloud, dan Microsoft--DCI mengatakan tiga di antaranya adalah klien perusahaan, termasuk juga beberapa perusahaan e-commerce terbesar di Asia Tenggara.

Saat ini, DCI juga memiliki klien lebih dari 40 perusahaan telekomunikasi dan lebih dari 120 penyedia layanan keuangan di seluruh Indonesia, Asia Tenggara dan Amerika Serikat (AS).

Memang, kapasitas data center Indonesia yang sebesar 81 megawatt (MW), masih kalah dengan Singapura yang sebesar 613 MW (data center diurutkan berdasarkan konsumsi daya).

Namun, Sugiri mengatakan bahwa kekurangan itu merupakan peluang. "Indonesia memiliki populasi terbesar di kawasan ini, tetapi dengan salah satu kapasitas pusat data per kapita terendah di dunia," kata Sugiri dalam sebuah wawancara eksklusif pada akhir Oktober lalu.

Sebagai gambaran, ekonomi digital Indonesia adalah yang terbesar di Asia Tenggara, dengan perkiraan nilai gross merchandise value (GMV) senilai US$ 70 miliar tahun ini, menurut laporan Bain, Google dan Temasek baru-baru ini.

Selama dekade terakhir perusahaan telah menghabiskan US$ 210 juta untuk membangun empat pusat data di lokasi utama seluas 8,5 hektar di Cibitung, di luar Jakarta, yang dapat ditingkatkan hingga 300 MW untuk memenuhi permintaan ke depan.

Pada Mei lalu, miliarder pemilik Grup Salim--sekaligus orang terkaya ketiga di RI--Anthoni Salim meningkatkan kepemilikannya di DCII dari 3% menjadi 11,12% sebagai bagian dari kemitraan strategis yang lebih luas antara konglomerat miliknya dan perusahaan Toto Sugiri tersebut.

Memang, rapor keuangan DCI sangat mengesankan. Perusahaan membukukan kenaikan pendapatan 81%, dan peningkatan laba bersih 57%, pada tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (compound annual growth rate/CAGR) dari 2017 hingga 2020.

Namun, pada tahun ini hingga akhir September, pendapatan tumbuh hanya 3,3% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 606,95 miliar, dengan laba bersih naik 24,45% secara yoy menjadi Rp 172,34 miliar.

Persaingan bisnis data center (pusat data) yang dibekingi konglomerasi raksasa pun tampaknya bakal semakin ketat setelah Grup Sinarmas, melalui emiten propertinya, PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) ikut masuk ke 'gelanggang'.

Sebelum BSDE, sejumlah emiten Tanah Air sudah 'menceburkan' diri ke bisnis yang prospektif ini.

Selain DCII dan EDGE, ada emiten telekomunikasi pelat merah PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dan Grup Lippo, yang masuk lewat PT Multipolar Technology Tbk (MLPT), anak usaha PT Multipolar Tbk (MLPL).

Masih Ada 2 Orang Tajir Lainnya >>>

Saham DCII pun tampil fenomenal. Sejak IPO pada 6 Januari 2021 di harga Rp 420/saham, saham DCII telah 'meroket ke angkasa' dengan persentase 9.185,71% ke posisi Rp 39.000saham.

Tak pelak lagi, saat ini saham DCII menjadi saham dengan harga tertinggi di bursa, melampaui harga saham produsen rokok PT Gudang Garam Tbk (GGRM) yang senilai Rp 31.350/saham.

Bahkan, saham DCII sempat melonjak tinggi sampai 14.000% dan menyentuh harga Rp 59.000/saham sebelum disuspensi (penghentian saham sementara) oleh bursa pada 16 Juni lalu.

Kenaikan saham DCII memang terjadi sejak awal debut seiring ramai diborong investor pada awal tahun.

Kemudian, saham DCII semakin melonjak setelah pemilik Grup Salim Anthoni Salim masuk ke saham tersebut awal Juni lalu. Lonjakan harga yang signifikan pada tengah tahun ini, membuat pihak bursa mensuspensi saham DCII selama 17 Juni hingga 10 Agustus atau hampir 2 bulan.

Sebagai informasi, per 30 November 2021, Toto Sugiri menggenggam 712,78 juta saham DCII atau setara dengan 29,90%. Selain di DCII, Toto juga menguasai 16,56% saham di PT Indointernet Tbk (EDGE).

Sejak debut di bursa pada 8 Februari 2021 di harga Rp 7.375/saham, saham EDGE melambung 224,07% ke posisi Rp 23.900/saham.

Marina Budiman

Marina Budiman adalah partner bisnis lama Toto Sugiri. Ia adalah salah satu pendiri dan Presiden Komisaris DCII. Saat ini, Marina Budiman menduduki peringkat ke 30 orang paling kaya di Indonesia dengan pundi-pundi kekayaan US$ 1,5 miliar.

Marina pernah bekerja dengan Otto Toto Sugiri di Bank Bali pada tahun 1985 dan bergabung dengan PT Sigma Cipta Caraka pada tahun 1989.

Perempuan berumur 60 tahun tersebut juga turut mendirikan Indonet bersama Toto Sugiri, penyedia jasa internet pertama di Indonesia pada 1994.

Di DCI Indonesia, Marina memiliki 536,51 juta saham atau setara dengan 22,51% saham perusahaan. Kemudian, di EDGE ia menggenggam 1,64% saham perusahaan.

Han Arming Hanafia

Selain Toto dan Marina, satu nama lagi yang turut ketiban berkah DCII adalah Han Arming Hanafia. Han ikut mendirikan DCI Indonesia bersama Toto Sugiri dan Marina Budiman sepuluh tahun silam.

Tahun ini, Han Arming Hanafia bercokol di peringkat 37 orang terkaya di Tanah Air dengan total kekayaan US$ 1,19 miliar.

Per akhir November 2021,Han Arming memiliki 336,35 juta atau 14,11% saham di DCII dan menguasai 7,45% saham di EDGE.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular