
Investor Abaikan Sentimen Negatif, Yield SBN Menguat

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah pada perdagangan Selasa (14/12/2021), meskipun sentimen pasar pada hari ini cenderung negatif dan membuat bursa saham global kembali terkoreksi.
Mayoritas investor melepas SBN acuan pada hari ini, ditandai dengan menguatnya kembali imbal hasil (yield) di mayoritas SBN acuan. Hanya SBN bertenor 1, 20, dan 30 tahun yang masih ramai diburu oleh investor, ditandai dengan melemahnya yield pada hari ini.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 1 tahun turun sebesar 5,5 basis poin (bp) ke level 3,339%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 20 tahun melemah 0,6 bp ke level 7,094%, dan yield SBN berjangka waktu 30 tahun juga turun 0,1 bp ke level 6,801%.
Sementara itu. yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara kembali naik sebesar 1,6 bp ke level 6,33% pada hari ini. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Investor di pasar obligasi pemerintah dalam negeri cenderung mengabaikan sentimen pasar yang cenderung mengarah negatif pada hari ini.
Sebelumnya sentimen kurang menggembirakan datang dari perkembangan baru varian Omicron. Di Inggris, varian Omicron dilaporkan telah merenggut nyawa satu orang pasien. Hal ini dikonfirmasi langsung oleh Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson.
"Sayangnya ya, Omicron menyebabkan rawat inap dan sayangnya lagi ada satu pasien telah dipastikan meninggal akibat terinfeksi Omicron," kata Johnson kepada wartawan dalam kunjungan ke klinik vaksinasi dekat Paddington, London, menurut Sky News.
Selain itu dari China, pemerintah setempat melaporkan kasus pertama Covid-19 varian Omicron di negaranya pada Senin kemarin, seperti yang dilaporkan oleh Reuters dan media lokal setempat.
Infeksi Omicron pertama di Negeri Panda tersebut terindikasi dari imported case, yakni berasal dari wisatawan asing yang tiba di kota Tianjin dari luar negeri pada 9 Desember lalu. Saat ini, pasien tersebut sedang dirawat dan diisolasi di rumah sakit setempat.
Di lain sisi, investor di pasar obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) juga mulai mengabaikan sentimen negatif terkait varian Omicron, di mana pada pagi hari ini waktu AS, imbal hasil (yield) surat utang pemerintah (Treasury) cenderung menguat, jelang pertemuan kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pada bulan Desember.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury acuan bertenor 10 tahun cenderung naik 1 bp ke level 1,434% pada pukul 05:55 waktu setempat, dari sebelumnya pada perdagangan Senin (13/12/2021) kemarin di level 1,424%.
Sedangkan yield Treasury berjatuh tempo 30 tahun juga cenderung menguat sebesar 0,6 bp ke level 1,819% pada pagi hari ini, dari sebelumnya pada perdagangan kemarin di level 1,813%.
The Fed akan memulai rapat Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) pada siang hari ini waktu AS. Rapat FOMC tersebut akan berakhir pada Rabu (15/12/2021) siang waktu AS atau Kamis (16/12/2021) dini hari waktu Indonesia.
Dalam rapat FOMC kali ini, para pembuat kebijakan diperkirakan akan membahas percepatan dari program pengurangan pembelian aset (quantitative easing/QE) atau tapering.
Ketua The Fed, Jerome Powell, beserta koleganya berpotensi mempercepat tapering senilai US$ 120 miliar, dari sebelumnya berkurang sebesar US$ 15 miliar per bulan, akan dipercepat atau digandakan menjadi US$ 30 miliar per bulannya.
Proses tapering sudah mulai dilakukan oleh The Fed pada akhir November lalu. Artinya, hingga QE menjadi nol, diperlukan waktu selama 8 bulan. Namun, The Fed berpotensi mempercepat tapering, sehingga QE akan menjadi nol dalam waktu 4 sampai 5 bulan saja.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi