Pengumuman Kebijakan The Fed Makin Dekat, Rupiah Jadi Galau

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 December 2021 09:38
foto : CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah berfluktuasi melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada awal perdagangan Selasa (14/12). Maklum saja, ada bank sentral AS (The Fed) yang akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis dini hari waktu Indonesia, yang akan memberikan dampak signifikan ke pergerakan mata uang.

Melansir data dari Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,1% ke Rp 14.325/US$, kurang dari 5 menit setelahnya rupiah stagnan di Rp 14.340/US$. Rupiah pada akhirnya melemah 0,07% ke Rp 14.350/US$ pada pukul 10:30 WIB.

Kemarin rupiah mampu mulus menguat, bahkan cukup tajam 0,21% akibat sentimen pelaku pasar yang membaik. Tetapi semakin dekat dengan pengumuman The Fed, pelaku pasar kini mulai berhati-hati.

The Fed diperkirakan akan mengumumkan mempercepat tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (Quantitative Easing/QE), dan memberikan proyeksi suku bunga di tahun depan.

Pelaku pasar akan melihat seberapa agresif The Fed akan menormalisasi kebijakan moneternya.

Pendapat para para analis pun terbelah, baik itu mengenai kebijakan The Fed, dan arah dolar AS.

"Pasar sudah menakar The Fed akan menyelesaikan tapering pada kuartal I-2022, dan memperkirakan suku bunga akan dinaikkan pada awal musim panas," kata Joe Manimbo, analis pasar senior di Western Union Business Solutions, di Washington, sebagaimana diwartakan CNBC International.

Manimbo mengatakan jika The Fed menyatakan tidak bisa mentolenransi tingginya inflasi, itu artinya bank sentral paling powerful di dunia ini bersikap hawkish, dan dolar AS berpotensi naik.

Artinya, rupiah akan tertekan.

Sementara, analis lain menyatakan penguatan dolar AS belakangan ini sudah memperhitungkan beberapa faktor termasuk normalisasi kebijakan moneter. Sehingga dolar AS akan sulit untuk terus menguat.

"Melihat data inflasi, banyak yang khawatir akan lebih tinggi lagi. Melihat bagaimana dolar AS bergerak, ada kelegaan inflasi tidak setinggi yang dibayangkan," kata Mazen Issa, ahli strategi mata uang senior di TD Securities sebagaimana dilansir Reuters, Jumat 10/12).

Jumat lalu, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di bulan November tumbuh 6,8% year-on-year (yoy) menjadi yang tertinggi sejak 1982. Namun, pasca rilis data inflasi tersebut, indeks dolar AS justru melemah 0,18%.

Issa juga mengatakan pasar saat ini sudah price in atau menakar kenaikan suku bunga The Fed yang membuat dolar AS malah mengalami koreksi. Sebab inflasi tidak setinggi perkiraan dan The Fed kemungkinan tidak akan agresif dalam menaikkan suku bunga.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular