Omicron Tak Lagi Mengkhawatirkan, Harga Minyak Melesat 8%!

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
12 December 2021 10:15
Pengerjaan Proyek-Proyek Strategis Kilang Pertamina. Ist
Foto: Pengerjaan Proyek-Proyek Strategis Kilang Pertamina. Ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia berhasilĀ mencatatkan kenaikan mingguan terbesar sejak akhir Agustus. Kenaikan ini terjadi di tengah meredanya kekhawatiran investor atas dampak varian virus corona (Covid-19) Omicron pada pertumbuhan ekonomi global dan permintaan bahan bakar.

Menurut data Refinitiv, dalam sepekan harga minyak jenis Brent melesat 7,5% ke posisi US$ 75,15/barel. Dalam pekan ini, minyak Brent hanya turun sekali, yakni sebesar 1,85% pada Kamis (9/12).

Kemudian, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) alias light sweet juga melonjak 8,16% dalam sepekan ke US$ 71,67/barel, usai hanya sekali melorot pada Kamis (yakni, -1,96%).

"Para trader minyak keluar dari keterkejutan mereka dan merasa lebih bullish seiring mereka mengkalibrasi ulang ekspektasi permintaan setelah adanya varian Covid-19 Omicron," kata Phil Flynn, analis senior pasar berjangka di Chicago kepada Reuters.

Sebelumnya, Indeks Harga Konsumen (CPI) Departemen Tenaga Kerja AS tercatat kembali meningkat.

CPI untuk semua item naik 6,8% dalam 12 bulan hingga November, tertinggi sejak Mei 1982. Peningkatan biaya hidup sejalan dengan perkiraan rata-rata ekonom dalam survei Reuters, tetapi angka tersebut meningkat tajam dari Oktober 6,2%.

Hal tersebut turut menambah sentimen bullish pada permintaan minyak.

Awal pekan ini, pasar minyak telah memulihkan sekitar setengah dari kerugian yang diderita sejak adanya kabar Omicron pada 25 November. Harga minyak kembali terkerek naik setelah adanya studi awal yang menunjukkan bahwa tiga dosis vaksin COVID-19 Pfizer menawarkan perlindungan terhadap varian Omicron.

"Pasar minyak dengan demikian telah menetapkan harga 'skenario terburuk' lagi, tetapi disarankan untuk meninggalkan risiko residual tertentu pada permintaan minyak," kata analis Commerzbank, Carsten Fritsch.

Adanya pembatasan perjalanan turut membuat lalu lintas udara domestik di China goyah dan ikut mempengaruhi permintaan minyak. Apalagi hal tersebut terjadi di tengah kepercayaan konsumen yang melemah setelah adanya wabah Covid-19 kecil yang terus berulang.

Di samping itu, lembaga pemeringkat Fitch menurunkan peringkat pengembang properti China Evergrande Group dan Kaisa Group, dengan mengatakan perusahaan tersebut telah gagal membayar obligasi luar negeri.

Hal tersebut memperkuat kekhawatiran potensi perlambatan di sektor properti China, serta ekonomi secara umum, dari importir minyak terbesar dunia.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(adf/cha)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Joss! Harga Minyak Dunia Naik sampai 3% Pekan Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular