
Ancaman Belum Usai, Rupiah Masih Bisa Tertekan

Bali, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri masih dihadapkan dengan berbagai ketidakpastian, khususnya dari Amerika Serikat (AS). Ada kemungkinan tapering yang dijalankan Bank Sentral AS Federal Reserve (the Fed) lebih cepat maupun lebih banyak dari yang diperkirakan.
"Sulit untuk kita pasar melihat menuju titik mana," kata Dody Budi Waluyo, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) dalam acara Finance and Central Banking Deputies (FCBDMeetings, di Bali, Jumat (10/12/2021)
Banyak pihak yang memperkirakan AS akan bertindak agresif mengingat munculnya lonjakan inflasi. Percepatan tapering hingga kenaikan suku bunga acuan bisa datang lebih cepat, sehingga bisa menimbulkan gejolak di pasar keuangan. Khususnya terhadap aliran modal.
"Pada akhirnya apapun yang dilihat nanti yang sangat kena aliran modal ke negara berkembang emerging dan rupiah kita," jelasnya.
Meski demikian, BI memastikan berada di pasar untuk menjaga stabilitas rupiah sesuai dengan mekanisme yang berjalan. Sederet instrumen intervensi juga disiapkan bilamana ada pelemahan terjadi terlalu dalam.
"Ada strategi triple intervention, baik di pasar spot, dndf dan juga pembelian SBN," terangnya.
Dalam sebulan terakhir, pelemahan rupiah memang sudah terjadi. Bahkan memasuki level tertinggi sejak Agustus. BI kemudian mengambil langkah stabilisasi sehingga rupiah bisa berhasil berbalik arah.
"Perkembangan rupiah cukup stabil meskipun tekanan cukup besar terutama di kawasan, depresiasi 1,6% ytd. Sementara negara lain bisa sampai 6%," pungkasnya.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos BI: Rupiah Ada Kecenderungan Menguat!