
Beruntung IHSG Bisa Menguat, Bursa Asia Bak Merah Darah

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia ditutup terkoreksi pada perdagangan Jumat (10/12/2021) akhir pekan ini, karena kekhawatiran baru tentang virus corona (Covid-19) varian Omicron kembali membebani optimisme dan investor juga cenderung wait and see jelang rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) pada November 2021.
Hanya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ditutup di zona hijau pada perdagangan akhir pekan ini, yakni menguat 0,14% ke level 6.652,92.
Sedangkan sisanya, terutama bursa utama Asia ditutup di zona merah pada hari ini. Indeks Nikkei Jepang ditutup ambles 1% ke level 28.437,77, Hang Seng Hong Kong ambruk 1,07% ke 23.995,72, Shanghai Composite China turun 0,18% ke 3.666,35, Straits Times Singapura melemah 0,22% ke 3.135,61, dan KOSPI Korea Selatan terkoreksi 0,64% ke 3.010,23.
Indeks Hang Seng dan Nikkei ditutup ambruk sekitar 1% karena diperberat oleh saham teknologi, di mana saham teknologi di kedua negara tersebut terkoreksi mengikuti pergerakan saham teknologi di AS.
Di Hong Kong, indeks teknologi Hang Seng merosot 1,1%, dengan saham raksasa internet seperti Alibaba Group, Tencent Holdings, dan Meituan ambles di kisaran 1,6% hingga 2%.
Sementara di Jepang, saham produsen chip ditutup ambruk, dengan saham Advantest ambles 1,75% dan saham Tokyo Electron ambrol 1,26%. Sedangkan saham pembuat game, Bandai Namco Holdings anjlok 2,93%.
Selain itu, investor di Asia juga kembali dikhawatirkan oleh kabar dari lembaga pemeringkat internasional, yakni Fitch Ratings yang memangkas peringkat perusahaan properti China, Evergrande Group menjadi gagal bayar (default), setelah sebelumnya melewatkan pembayaran obligasi dalam dolar Amerika Serikat (AS).
Kamis (9/12/2021) kemarin, atau tiga hari setelah jatuh tempo obligasi luar negerinya yakni pada Senin (6/12/2021), Evergrande seakan diam dan tidak mengeluarkan pernyataan resmi apa pun. Hal ini pun memaksa lembaga pemeringkatan internasional etrsebut untuk menurunkan peringkat utang Evergrande.
Fitch Ratings dalam pernyataannya mengatakan bahwa mereka telah menempatkan pengembang properti China tersebut dalam kategori 'restricted default/RD'.
Penurunan peringkat tersebut menandakan bahwa Evergrande secara resmi default, tetapi hal tersebut belum termasuk segala jenis pengajuan kebangkrutan, likuidasi atau proses lain yang akan menghentikan operasinya.
Namun secara garis besar, investor di Asia cenderung memasang sikap wait and see jelang rilis data inflasi AS dari sektor konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) periode November 2021 pada malam hari ini waktu Indonesia.
Departemen Tenaga Kerja AS akan merilis IHK periode November pada malam hari ini pukul 20:30 WIB. Pelaku pasar global akan mencermati dengan cermat data tersebut, di mana data inflasi juga akan menjadi acuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk menentukan arah kebijakan moneter kedepannya.
Ekonom dalam survey Dow Jones memperkirakan indeks harga konsumen (IHK) tersebut akan melesat 6,7% secara tahunan, menjadi penguatan yang terbesar sejak Juni 1982. Inflasi bulanan diprediksi sebesar 0,7%.
Kondisi tersebut dapat menimbulkan risiko bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan bergerak lebih cepat dari yang sudah diantisipasi. Pejabat The Fed diperkirakan akan bereaksi terhadap ledakan inflasi dengan mengumumkannya pada pekan depan bahwa The Fed akan mulai menarik kembali stimulus ekonominya.
Langkah pertama adalah mempercepat pengurangan pembelian obligasi bulanan atau tapering. Pasar memprediksi bahwa The Fed akan menggandakan tapering menjadi US$ 30 miliar.
Hal itu dapat juga membuka jalan bagi The Fed untuk menaikan suku bunga lebih cepat dari yang ditentukan sebelumnya. Berdasarkan poling Reuters, pelaku pasar memperkirakan kenaikan suku bunga acuan AS (Federal Fund Rates/FFR) bakal terjadi pada kuartal III-2022, lebih cepat dari ekspektasi sebelumnya di kuartal IV-2022.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!
