Mayoritas Bursa Asia Hijau, Kecuali Nikkei
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia kembali berakhir cerah pada perdagangan Kamis (9/12/2021), karena investor sedang menilai risiko seputar varian Omicron, meskipun sebagian besar investor di kawasan tersebut masih optimis.
Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup melonjak 1,08% ke level 24.254,859, Shanghai Composite China melesat 0,98% ke 3.673,04, Straits Times Singapura menguat 0,41% ke 3.142,45, KOSPI Korea Selatan terdongkrak 0,93% ke 3.029,57, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terapresiasi 0,61% ke 6.643,93.
Sedangkan untuk indeks Nikkei Jepang ditutup melemah 0,47% ke level 28.725,47. pada perdagangan hari ini.
Indeks Nikkei tidak mengekor dengan bursa utama Asia lainnya dan ditutup di zona merah karena investor di negara tersebut menjadi lebih berhati-hati jelang pertemuan bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) pada pekan depan.
Potensi sikap bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) yang lebih hawkish menjadikan acuan utama BoJ untuk menentukan arah kebijakan moneter kedepannya.
"Investor tampaknya ingin meluangkan waktu sejenak untuk menilai arah pasar keuangan Jepang, dengan begitu banyak pertemuan bank sentral pada pekan depan, sehingga mereka lebih memilih memasang sikap wait and see," kata Masahiro Ichikawa, chief market strategist di Sumitomo Mitsui DS Asset Management, dikutip dari Reuters.
Namun, pelemahan Nikkei bisa diminimalisir oleh penguatan saham sektor penerbangan Jepang, setelah beberapa perusahaan maskapai merilis kinerja keuangannya pada kuartal III-2021.
Saham sektor maskapai menguat 1,71%, karena didorong oleh adanya harapan bahwa varian Omicron tidak akan mengganggu pembukaan kembali ekonomi. Saham ANA Holdings melesat 1,46% dan Japan Airlines melonjak 2,01%.
Sementara itu dari China, indeks Hang Seng dan Shanghai berakhir cerah pada hari ini berkat melambatnya inflasi dari sektor produsen (Producer Price Index/PPI) pada periode November.
NBS melaporkan PPI Negeri Panda turun menjadi 12,9% pada bulan lalu. PPI China yang sedikit mendingin pada bulan lalu didorong oleh tindakan keras pemerintah terhadap harga komoditas yang tidak terkendali dan krisis listrik yang mulai mereda.
Namun, inflasi dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) dilaporkan naik menjadi 2,3% secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih lambat dari ekspektasi pasar yang memprediksi kenaikan sebesar 2,5%, tetapi meningkat dari Oktober lalu yang sebesar 1,5%.
Meskipun kembali naik, tetapi IHK China masih relatif rendah karena masih adanya pembatasan ketat COVID-19, sehingga hal ini menyebabkan konsumsi rumah tangga masih terhambat dan tentunya masih membebani permintaan.
Namun, sebagian besar pelaku pasar di Asia masih optimis, meskipun mereka juga sedang menilai risiko dari varian Omicron.
Bursa Asia juga masih mengekor bursa saham Amerika Serikat (AS) yang kembali ditutup positif pada penutupan perdagangan Rabu (8/12/2021) kemarin waktu setempat.
Tiga indeks acuannya ditutup kembali naik. Indeks Dow Jones naik 0,1%. Indeks S&P 500 terapresiasi 0,31% dan Nasdaq Composite memimpin penguatan setelah melesat 0,64%.
Kenaikan kinerja Wall Street yang apik dini hari tadi tak terlepas dari membaiknya sentimen terhadap varian baru Covid-19 bernama Omicron.
"Meski masih banyak ketidakpastian akan dampak yang ditimbulkan Omicron ke kesehatan dan perekonomian, tetapi investor menyambut baik kabar dari Afrika Selatan di mana lonjakan kasus infeksi Omicron tidak diikuti dengan kenaikan tingkat keterisian rumah sakit yang signifikan," kata Rodrigo Catril, ahli stretegi di National Australia Bank (NAB), sebagaimana dilansir CNBC International, Selasa (7/12/2021) lalu.
Setelah kabar baik dari Afrika Selatan, giliran perusahaan farmasi yakni Pfizer dan BioNTech yang mengatakan bahwa data awal penelitian di lab mereka, tiga dosis vaksin buatan mereka mampu meredam Omicron secara efektif.
Terbaru dalam pengumuman Rabu kemarin, Pfizer-BioNTech menyebutkan bahwa dosis ketiga vaksin kerja sama mereka tampaknya mampu memberikan perlindungan yang kuat terhadap varian omicron, sementara vaksin dua dosis awal mungkin tidak cukup untuk mencegah infeksi.
Temuan mereka, bersama dengan data dari studi laboratorium terpisah, mengkonfirmasi bahwa varian baru lebih terampil menghindari perlindungan kekebalan yang diberikan oleh vaksin yang ada daripada jenis sebelumnya, tetapi sejauh mana kemampuannya untuk melemahkan pertahanan tubuh masih belum diketahui pasti.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)