Bursa Asia Cerah, Tapi Kok Hang Seng-Shanghai Jeblok?

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Senin, 06/12/2021 17:03 WIB
Foto: Pria melihat papan kutipan saham di luar broker di Tokyo, Jepang, 5 Desember 2018. REUTERS / Issei Kato

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia kembali ditutup menguat pada perdagangan Senin (6/12/2021) awal pekan ini, karena investor memantau pergerakan pasar berbasis risiko lainnya yakni kripto setelah sempat ambruk hingga belasan persen pada akhir pekan lalu.

Indeks Nikkei Jepang ditutup menguat 0,63% ke level 27.927,369, Straits Times Singapura terapresiasi 0,46% ke 3.116,32, KOSPI Korea Selatan naik 0,17% ke 2.973,25, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir bertambah 0,13% ke 6.547,116.

Sedangkan untuk indeks Hang Seng Hong Kong ditutup ambruk 1,76% ke level 23.349,38 dan Shanghai Composite China melemah 0,5% ke 3.589,31.


Indeks Hang Seng ditutup ambruk nyaris 2% karena terseret oleh saham raksasa teknologi yang melacak kerugian di Wall Street. Sementara kabar buruk dari saham China Evergrande Group yang mencapai rekor terendahnya juga membuat indeks Hang Seng ditutup ambruk.

Indeks Hang Seng Tech anjlok 3,3%, setelah saham raksasa ride-hailing, Didi Global Inc memutuskan untuk melakukan go-private atau delisting dari bursa New York Stock Exchange.

Didi tidak memberikan alasan khusus secara terperinci terkait alasan untuk delisting. Perusahaan hanya menyebutkan bahwa keputusan tersebut telah mendapat dukungan dari jajaran direksi dan komisaris dan nantinya akan membutuhkan suara pemegang saham.

Perusahaan langsung mendapatkan masalah dari Beijing setelah penawaran umum perdana senilai US$ 4,4 miliar.

IPO tersebut menyebabkan regulator China yang ketakutakan akan keamanan data domestik meluncurkan tinjauan keamanan, menarik produk Didi dari toko aplikasi China dan memulai perombakan yang lebih luas terkait aturan pencatatan perusahaan China di bursa luar negeri.

Pada Kamis (2/12/2021) pekan lalu, Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat (AS) mengadopsi aturan yang akan memformalkan proses bagi perusahaan-perusahaan China untuk dikeluarkan dari pasar saham AS, jika mereka gagal menyerahkan laporan audit kinerja mereka selama tiga tahun berturut-turut.

Di lain sisi, saham Alibaba Group juga ditutup ambruk 5,6% ke rekor terendah, setelah perseroan mengatakan akan mengatur ulang bisnis e-commerce internasional dan domestik serta akan menunjuk kepala keuangan baru.

Adapun saham China Evergrande Group ambruk hingga 20%, setelah pemerintah Provinsi Guangdong pada pekan lalu memanggil ketua Evergrande, setelah pengembang mengatakan "tidak ada jaminan" yang akan cukup untuk memenuhi pembayaran utangnya.

Pasar saham Asia pada hari ini memantau pergerakan pasar kripto, di mana pasar kripto kembali melemah, tetapi sudah lebih baik dari akhir pekan lalu yang sempat ambruk hingga belasan persen.

Berdasarkan data CoinMarketCap pukul 16:40 WIB, bitcoin melemah 2,3% ke level harga US$ 47.896,25 per koin atau setara dengan Rp 689.706.000 per koin (asumsi kurs Rp 14.400/US$) dan ethereum terkoreksi 4,87% ke level US$ 3.980,01 per koin atau Rp 57.312.144 per koin.

Kembali terkoreksinya pasar kripto pada hari ini karena investor masih merespons negatif dari rencana bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang ingin mempercepat program pengurangan pembelian obligasinya atau tapering.

Selain itu, investor juga cenderung menahan selera risikonya di pasar kripto karena masih khawatir dengan penyebaran virus corona (Covid-19) varian Omicron.

Namun, sebagian besar pelaku pasar di Asia pada hari ini cenderung optimis, meskipun masih dibayangi oleh sentimen negatif dari penyebaran Covid-19 varian Omicron yang sudah merebak di beberapa negara di Asia.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Iran Dibombardir Israel, Bursa Asia & IHSG "Kebakaran"