
Maaf Minyak Gak Kuat, Ambrol 5% Minggu Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia ambrol 5% dan turun ke bawah US$ 70/barel dalam sepekan terakhir.
Harga kontrak minyak mentah acuan dunia Brent turun 4,85% ke level US$ 69,88/barel sedangkan kontrak minyak acuan AS West Texas Intermediate (WTI) turun lebih dalam dengan koreksi 5,28% ke level US$ 66,26/barel dalam 5 hari perdagangan pekan ini.
Harga si emas hitam sudah ambles 6 pekan beruntun dan menjadi rekor penurunan terpanjang sejak tahun 2018. Secara teknikal harga minyak masih berada di level jenuh jualnya (oversold).
Menurut Bob Yawger selaku direktur kontrak berjangka energi di Mizuho, setidaknya ada tiga sentimen utama yang membuat harga minyak jatuh.
Sentimen pertama jelas soal varian baru Covid-19 yaitu Omicron. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), varian ini dianggap lebih menular dibandingkan dengan varian awal maupun varian Delta.
Varian baru Covid-19 yang pertama kali ditemukan di Afrika Selatan dan kini sudah menyebar ke berbagai negara (AS, Eropa hingga Asia) tersebut disebut bisa membuat efektivitas vaksin yang ada menurun, menurut CEO Moderna.
WHO meminta semua negara untuk mengantisipasi adanya gelombang lanjutan Covid-19 akibat varian baru ini.
Kecemasan lockdown masal dengan skala besar akan terulang lagi membuat banyak investor menjual kontrak minyaknya.
Hal ini disebabkan karena lockdown akan membatasi aktivitas publik menurun drastis sehingga kebutuhan akan energi seperti minyak yang banyak digunakan untuk transportasi juga kembali tertekan.
Namun di saat permintaan minyak berpotensi kembali tertekan, para kartel yang tergabung dalam OPEC+ tetap berencana untuk menaikkan produksi minyak sebesar 400 ribu barel per hari (bph) pada Januari tahun depan.
Kendati OPEC+ masih tetap memegang komitmennya, tetapi kelompok yang terdiri dari produsen minyak terbesar seperti Arab Saudi dan Rusia tersebut juga membuka diri atas peluang perubahan kebijakan produksinya.
Apabila kasus infeksi Covid-19 kembali meningkat akibat varian Omicron, OPEC+ siap untuk memangkas kenaikan produksi atau bahkan menunda kenaikan. Skenario terburuknya OPEC+ bisa saja kembali menaikkan kuota pemangkasan produksi.
Di sisi lain sektor tenaga kerja AS yang kurang bergairah juga menjadi sentimen lain yang mengerek turun harga si emas hitam.
Untuk diketahui, pertumbuhan serapan tenaga kerja AS di bulan November cenderung melambat di tengah turunnya serapan kerja di sektor ritel dan sektor pendidikan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Minyak Mentah Melempem Buntut Insiden Penembakan Trump