
Investor Pantau Perkembangan Varian Omicron, Harga SBN Mixed

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup beragam pada perdagangan Senin (29/11/2021), di mana investor masih akan terus memantau perkembangan terbaru dari varian virus corona (Covid-19) baru yakni Omicron.
Sikap investor di pasar SBN cenderung beragam pada hari ini. SBN bertenor 1, 15, 20, dan 25 tahun cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan melemahnya harga dan naiknya imbal hasil (yield). Sebaliknya, SBN berjatuh tempo 3, 5, 10, dan 30 tahun ramai dikoleksi oleh investor, ditandai dengan menguatnya harga dan turunnya yield.
Melansir data dari Refinitiv, SBN bertenor 3 tahun menjadi yang paling besar pelemahan yield-nya pada hari ini, yakni turun sebesar 16,2 basis poin (bp) ke level 3.717%. Sementara itu, yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara turun 0,5 bp ke level 6,22%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Meskipun di pasar saham dalam negeri cenderung positif, tetapi di pasar SBN investor cenderung merespons beragam sentimen dari varian Omicron. Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), pasar obligasi pemerintah Negeri Paman Sam terpantau mengalami penguatan yield pada hari ini.
Data dari CNBC International menunjukkan yield obligasi pemerintah AS (Treasury) acuan bertenor 10 tahun naik sebesar 4,6 bp ke level 1,531% pada pukul 06:05 waktu setempat, dari sebelumnya pada perdagangan Jumat (26/11/2021) pekan lalu di level 1,485%.
Sedangkan yield Treasury berjatuh tempo 30 tahun juga menguat 4,4 bp ke level 1,874% pada pagi hari ini, dari sebelumnya pada Jumat pekan lalu di level 1,83%. Yield Treasury sempat anjlok akhir pekan lalu karena investor khawatir dengan munculnya varian baru B.1.1.529, sehingga investor cenderung beralih ke obligasi pemerintah sebagai safe haven.
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menyebut strain baru yang kini bernama Omicron dikategorikan sebagai variant of concern (VOC). Di tengah para ilmuwan yang terus meneliti varian tersebut, sejumlah mutasi besar dari varian Omicron telah menimbulkan kekhawatiran.
Bukti awal menunjukkan strain tersebut memiliki peningkatan risiko infeksi ulang, menurut WHO. Tetapi pada Minggu (28/11/2021) kemarin, WHO memberikan keterangan bahwa mereka masih belum mengetahui jelas apakah varian Omicron menyebabkan penyakit yang lebih parah dibandingkan dengan strain lain, termasuk Delta.
Sebelumnya, varian tersebut telah terdeteksi dalam jumlah kecil di Afrika Selatan. Namun, jumlah kasus Omicron tampak meningkat di hampir semua provinsi Afrika Selatan. Omicron juga telah ditemukan di Inggris, Israel, Belgia, Belanda, dan Hong Kong.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi