Investor Kembali Melepas SBN, Harga Mayoritas SBN Melemah

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Kamis, 25/11/2021 19:57 WIB
Foto: US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup melemah pada perdagangan Kamis (25/11/2021), di tengah kembali meningginya inflasi di Amerika Serikat per Oktober.

Mayoritas investor di pasar SBN kembali cenderung melepas obligasi pemerintah pada hari ini, di tandai dengan kembali meningkatnya imbal hasil (yield). Hanya SBN bertenor 1, 3 dan 30 tahun yang masih ramai dikoleksi oleh investor, di tandai dengan penurunan yield-nya.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 1 tahun melemah 0,6 basis poin (bp) ke level 3,383%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 3 tahun turun 5,4 bp ke level 3,885%, dan yield SBN berjangka waktu 30 tahun turun tipis 0,1 bp ke level 6,807%


Sementara untuk yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara kembali menguat 0,8 bp ke level 6,196%. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Dari AS pada perdagangan Rabu (24/11/2021) kemarin, yield obligasi pemerintah AS (Treasury) seri acuan 10 tahun mengalami penurunan, setelah sempat tembus level 1,67% pada perdagangan Selasa (23/11/2021). Yield surat utang negara AS tenor 10 tahun tersebut turun menjadi 1,64%.

Salah satu sentimen yang dicermati oleh pelaku pasar adalah rilis data inflasi AS. Departemen Perdagangan Negeri Paman Sam melaporkan inflasi inti (Core PCE) AS bulan Oktober tercatat naik 4,1% (YoY) dan menandai kenaikan tertinggi dalam hampir 3 dekade terakhir.

Jika memasukkan komponen makanan dan energi yang selanjutnya dikenal sebagai headline inflation, indeks PCE AS tumbuh 5% YoY pada periode yang sama dan menjadi yang tertinggi sejak tahun 1990. Penyebab tingginya inflasi di AS adalah kenaikan harga energi yang mencapai lebih dari 30% dalam satu tahun terakhir.

Kenaikan inflasi yang tinggi dan lebih persisten membuat pelaku pasar kembali melirik bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed). Selain isu renominasi Jerome Powell sebagai ketua The Fed, faktor lain yang juga menjadi fokus pelaku pasar adalah arah kebijakan moneternya.

Memang di bulan November ini, bank sentral paling powerful di dunia tersebut sudah mengumumkan pengurangan pembelian obligasi (tapering) dengan laju pengurangan stimulus sebesar US$ 15 miliar per bulan.

Namun dengan adanya inflasi yang membandel, The Fed kemungkinan bakal lebih agresif lagi dalam mengurangi stimulusnya. Sejatinya, inflasi yang tinggi membuat aset pendapatan tetap seperti obligasi negara menjadi kurang menarik karena keuntungan riil (real return) dari imbal hasilnya pun terhitung lebih rendah.

Namun di AS, hal ini sepertinya tidak berlaku pada perdagangan kemarin karena pelaku pasar cenderung tidak terlalu menanggapi dari inflasi yang tinggi. Tetapi, mereka cenderung menanggapi dari sikap The Fed yang kemungkinan akan mempercepat laju tapering-nya sehingga investor di AS cenderung memburu pasar obligasi pemerintah kemarin.

Pada hari ini, pasar keuangan AS termasuk pasar obligasi pemerintah tidak dibuka karena sedang libur memperingati hari Thanksgiving.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Modal Pasar Saham & SBN Tarik Investor Saat Iran-Israel Panas