IHSG Akhiri Sesi 1 dengan Penguatan 0,55% ke 6.719,83
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan sesi pertama Kamis (25/11/2021) dengan penguatan, di tengah kecenderungan investor menyambut positif data inflasi.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia, IHSG berakhir di level 6.719,830 atau menguat 36,6 poin (+0,55%) pada penutupan siang. Dibuka naik 0,17% ke 6.694,958, indeks acuan utama bursa ini menyentuh level tertinggi harian pada 6.751,002 sekitar pukul 10:00 WIB.
Tak sekalipun menyentuh teritori negatif, nilai perdagangan mencapai Rp 8 triliun, yang melibatkan 16 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 864.000-an kali. Sebanyak 249 saham naik, 250 unit melemah, dan 157 sisanya flat.
Investor asing mencetak pembelian bersih (net buy) senilai Rp 153,1 miliar. Saham yang mereka buru terutama adalah PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan nilai pembelian bersih masing-masing Rp 229 miliar dan Rp 71,3 miliar. Saham TLKM lompat 5% ke Rp 3.990/unit dan BMRI naik 2,45% ke Rp 7.325/saham.
Sebaliknya, aksi jual asing menimpa saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) dan PT Astra International Tbk (ASII) dengan nilai penjualan bersih masing-masing sebesar Rp 93,1 miliar dan Rp 24,5 miliar. Kedua saham tersebut bergerak berlawanan arah, di mana BUKA drop 4,51% menjadi Rp 635 dan ASII flat di angka Rp 6.225/saham.
Dari sisi nilai transaksi, saham TLKM meraja dengan total nilai perdagangan Rp 615,3 miliar diikuti PT Bank Jago Tbk (ARTO) senilai Rp 452,6 miliar, dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) senilai Rp 278,3 miliar.
Reli IHSG terjadi di tengah pergerakan variatif indeks bursa Asia, dengan indeks Nikkei hari ini berbalik menguat 0,8% diikuti indeks Hang Seng Hong Kong yang tumbuh 0,1%. Sebaliknya, Indeks Shenzen melemah 0,2% dan KOSPI Korea Selatan tertekan 0,36%.
Pasar cenderung menyambut positif data klaim tunjangan pengangguran Amerika Serikat (AS) pekan lalu yang berada di angka 199.000, atau terendah lebih dari 50 tahun. Pertumbuhan ekonomi kuartal III-2021 juga direvisi naik menjadi 2,1%.
Meski demikian, Departemen Perdagangan Negeri Paman Sam melaporkan inflasi inti dari data belanja konsumen perorangan (PCE) AS bulan Oktober tercatat naik 4,1% secara tahunan dan menandai kenaikan tertinggi dalam hampir 3 dekade terakhir.
Jika memasukkan komponen makanan dan energi yang selanjutnya dikenal sebagai headline inflation, indeks PCE AS tumbuh 5% secara tahunan dan menjadi yang tertinggi sejak tahun 1990. Pemicuya adalah kenaikan harga energi yang mencapai lebih dari 30% dalam satu tahun terakhir.
Namun demikian, Indonesia tidak menghadapi kendala serupa sehingga tidak terjadi lonjakan inflasi seperti yang dihadapi negara maju dan mengancam pemulihan ekonomi mereka.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)