Isu Percepatan Tapering Mencuat, Yield Mayoritas SBN Menguat

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
24 November 2021 19:27
US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)
Foto: US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah pada perdagangan Rabu (24/11/2021), di tengah sikap investor yang menanti rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) malam ini waktu Indonesia.

Mayoritas investor di pasar SBN cenderung melepas obligasi pemerintah pada hari ini, di tandai dengan meningkatnya imbal hasil (yield). Hanya SBN bertenor 1 dan 30 tahun yang masih ramai dikoleksi oleh investor, di tandai dengan penurunan yield-nya.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 1 tahun melemah 1,9 basis poin (bp) ke level 3,389%. Sedangkan yield SBN berjatuh tempo 30 tahun turun 0,3 bp ke level 6,808%. Sementara itu, yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara berbalik menguat 1,1 bp ke level 6,188%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Dari AS pada perdagangan Selasa (23/11/2021) kemarin waktu AS, yield obligasi pemerintah Negeri Paman Sam (Treasury) bertenor 10 tahun sempat kembali menguat sebesar 5,4 bp ke level 1,665%. Namun pada pagi hari ini waktu AS, yield Treasury bertenor 10 tahun cenderung melemah 1,5 bp ke level 1,65%, berdasarkan data dari CNBC International.

Cenderung turunnya yield Treasury bertenor 10 tahun terjadi jelang rilis hasil rapat pertemuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) terbaru dan data inflasi versi personal consumption expenditure (PCE). The Fed akan merilis risalah dari pertemuan bulan November pukul 14:00 waktu AS atau Kamis (25/11/2021) dini hari pukul 02:00 WIB.

Dalam pengumuman kebijakan moneter awal bulan ini, The Fed resmi mengumumkan pengurangan pembelian aset (quantitative easing/QE) atau tapering yang dimulai pada akhir bulan ini secara bertahap. Adapun nilai QE saat ini sebesar US$ 120 miliar

Jika tapering dilakukan secara bertahap maka perlu waktu 8 bulan hingga menjadi nol, atau QE berakhir pada bulan Juni tahun depan. Hal itulah yang ingin dipercepat oleh Dewan Gubernur The Fed, Christopher Waller. Ia menyeru The Fed melipatgandakan tapering sehingga bisa berakhir April tahun depan dan bisa menaikkan suku bunga di kuartal II-2022.

"Pemulihan pasar tenaga kerja yang cepat serta tingginya inflasi mendorong saya untuk melakukan tapering lebih cepat dan tidak lagi menerapkan kebijakan akomodatif di 2022," kata Waller sebagaimana diwartakan Reuters, Jumat (22/11/2021).

Selain itu, data inflasi yang akan dirilis pada malam hari ini juga akan memperkuat isu tersebut. Inflasi AS versi personal consumption expenditure (PCE) akan dirilis malam ini yakni pukul 22:00 WIB. Data ini juga akan menjadi acuan The Fed dalam menetapkan suku bunga acuan.

Inflasi inti PCE diprediksi tumbuh 4,1% secara tahunan (year-on-year/YoY) di bulan Oktober, jauh lebih tinggi dari bulan sebelumnya 3,6% YoY yang merupakan level tertinggi dalam 30 tahun terakhir. Semakin tinggi inflasi PCE maka spekulasi laju tapering akan dipercepat akan semakin menguat.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular