Jakarta, CNBC Indonesia - Binance sedang dalam pembicaraan dengan beberapa dana abadi (sovereign wealth funds/SWF) untuk melepaskan sebagian saham di bursa aset kripto terbesar dunia tersebut, di tengah upaya untuk memperbaiki hubungan dengan pemerintah dan mengimbangi regulator yang agresif, kata pimpinan perusahaan.
Dikutip dari Financial Times, Changpeng "CZ" Zhao, CEO bursa kripto tersebut mengatakan perusahaan telah menghadapi tekanan yang meningkat dari regulator tahun ini dan percaya investasi dari dana kekayaan negara akan membantu meningkatkan "persepsi dan hubungan" dengan berbagai pemerintah.
"Tapi hal tersebut mungkin juga mengikat kita ke negara-negara tertentu. . . yang kami ingin sedikit berhati-hati," tambahnya.
Zhao, yang juga merupakan pendiri Binance, mengatakan bahwa entitas globalnya sedang dalam diskusi awal untuk meningkatkan perolehan modal dari beberapa dana kekayaan negara di samping peningkatan modal untuk lini bisnisnya di Amerika Serikat sebelum dilakukannya penawaran publik.
Dia menolak untuk merinci dan menyebutkan SWF mana yang sedang didekati oleh perusahaan. "Ukuran [dana yang akan dihimpun] tidak akan kecil. . . Itu tidak akan menjadi proses yang singkat," katanya.
Nilai pertukaran kripto telah melonjak dalam beberapa bulan terakhir, mengikuti pertumbuhan nilai bitcoin dan aset kripto lainnya.
Saat ini, Coinbase menjadi satu-satunya bursa kripto yang terdaftar secara publik awal tahun ini dengan kapitalisasi pasar mencapai US$ 76 miliar atau setara dengan Rp 1.086 triliun rupiah (kurs Rp 14.300/US$), sebagai perbandingan valuasi tersebut sedikit di atas emiten publik terbesar di Indonesia. Sementara itu, bursa kripto lain yang didirikan alumni MIT, FTX, baru-baru ini mencapai valuasi US$ 25 miliar dalam putaran pendanaan terakhirnya, naik US$ 1 miliar pada Februari 2020.
Zhao adalah pemegang saham terbesar di Binance, yang saat ini telah menguntungkan. Bisnisnya di Singapura telah didukung oleh Vertex Ventures, cabang modal ventura dari perusahaan investasi pemerintah Singapura, Temasek.
Pengusaha kripto tersebut mengatakan minggu lalu di Forum Ekonomi Baru Bloomberg bahwa platform tersebut mencatat volume transaksi harian sebesar US$ 170 miliar, meningkat drastis dibandingkan dengan US$ 10 miliar hingga US$ 30 miliar dua tahun lalu. Zhao mengatakan tingkat pendapatan berjalan "dalam miliaran dolar".
Untuk perbandingan rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) di Bursa Efek Indonesia (BEI) berada di kisaran US$ 1 miliar (Rp 14,5 triliun). Sementara itu, jika dibandingkan dengan NASDAQ yang merupakan bursa kedua terbesar di dunia, transaksi harian Binance setara dengan setengah transaksi harian NASDAQ.
Upaya untuk memperkuat struktur permodalannya datang ketika Binance meningkatkan perburuan kantor pusat global baru di kota-kota utama dunia termasuk Singapura dan Dubai.
Binance yang menawarkan perdagangan kripto kepada konsumen di seluruh dunia memperoleh tekanan dari regulator yang telah mengkritik beberapa produk keuangannya yang berisiko tinggi, termasuk perdagangan derivatif.
Di Indonesia, Binance masuk dalam daftar entitas investasi ilegal yang ditangani Satgas Waspada Investasi OJK, karena tidak mengantongi izin dari otoritas yang berwenang.
Hingga saat ini, Binance merahasiakan lokasi pendirinya dan bersikeras tidak memiliki kantor pusat tetap. Perusahaan ini didirikan di China tetapi akhirnya keluar dari negara tersebut tahun 2017, setelah bursa kripto dilarang di sana, dan mendirikan sejumlah kantor di negara lain.
Binance mengatakan tidak memiliki kantor atau operasi di Cina daratan dan hanya "sejumlah kecil" karyawan yang masih bekerja pada teknologi blockchain dan tugas "terkait non-platform" lainnya. Ia juga mengklaim tidak ada data yang berada di China.
Larangan China pada penambangan dan transaksi kripto menggambarkan tindakan pemerintah untuk memblokir teknologi luar demi memberikan akses terhadap versi buatan sendiri, kata Zhao. Beijing secara luas mempromosikan mata uang digital yuan milik bank sentralnya sendiri.
Metode itu telah berhasil di sektor internet dengan perusahaan-perusahaan termasuk Alibaba dan Tencent, tetapi Zhao mengatakan itu "mungkin berbeda" dengan industri kripto.
Perang melawan kripto di China datang bersamaan dengan peningkatan pengawasan peraturan tahun ini dari regulator di Eropa, Asia dan Inggris.
Binance minggu lalu menerbitkan dokumen hak dasar untuk pengguna crypto. Dokumen yang mirip seperti manifesto tersebut menangani berbagai masalah termasuk privasi pengguna dan juga menyerukan terkait regulasi.
Ada persepsi bahwa bursa kripto "menjadi gila" karena tidak memiliki lisensi tradisional, kata Zhao. "Saya orang yang sangat tenang. Saya bukan orang gila. Jadi sebenarnya kami ingin regulasi lebih jelas di ruang ini."
Meski begitu, regulator termasuk otoritas keuangan Inggris (Financial Conduct Authority/FCA) mengatakan mereka tidak dapat mengawasi bisnis dengan baik karena Binance telah menolak untuk memberikan informasi dasar seperti nama dagang dan fungsi untuk entitas globalnya. Bank-bank besar, seperti Barclays, bahkan telah menghentikan beberapa pelanggan untuk mentransfer dana ke Binance.
Zhao mengatakan dia tidak khawatir tentang aktivitas ilegal di platform Binance karena perusahaan "mungkin lebih baik daripada bank" karena memiliki fungsi pengecekan, seperti Know Your Customer (KYC) dan teknologi anti pencucian uang, mengingat pertukaran tersebut telah diawasi.
Binance semakin tertarik pada pemerintah di mana perusahaan dapat berkomunikasi "lebih langsung" dengan regulator, seperti Singapura. Zhao menambahkan dia juga telah menghabiskan dua bulan terakhir bertemu regulator di Dubai, Paris, Qatar dan Bahrain.
Sebagian besar negara tidak memiliki pedoman yang jelas untuk produk termasuk token gamified dan non-fungible tokens (NFT), katanya, jadi Binance menunggu kejelasan lebih lanjut sebelum "berkomitmen pada satu yurisdiksi".