Investor Tak Kompak Lagi, Yield SBN Ditutup Beragam
Jakarta, CNBCIndonesia - Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup bervariasi pada perdagangan Senin (22/11/2021) awal pekan ini, di mana investor merespons beragam sentimen pasar global yang juga cenderung beragam pada hari ini.
Sikap investor di pasar SBN cenderung beragam pada hari ini, di mana pada SBN bertenor 1, 5, 20, dan 25 tahun tahun ramai dikoleksi oleh investor, di tandai dengan penurunan imbal hasil (yield) dan penguatan harga.
Sedangkan di SBN berjatuh tempo 3, 10, 20, dan 30 tahun cenderung dilepas oleh investor, di tandai dengan kenaikan yield dan pelemahan harga.Adapun di SBN berjangka waktu 15 tahun cenderung stagnan di level 6,235% pada perdagangan hari ini
Melansir data dari Refinitiv, SBN bertenor 5 tahun menjadi SBN yang paling besar pelemahan yield-nya pada hari ini, yakni turun sebesar 4,7 basis poin (bp) ke level 4,775%. SBN berjatuh tempo 3 tahun menjadi SBN yang paling besar penguatan yield-nya pada hari ini, yakni naik signifikan sebesar 12,4 basis poin (bp) ke level 3,717%.
Sementara untuk yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara berbalik menguat 1,3 bp ke level 6,189%. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Meskipun sentimen pasar global beragam, tetapi sejatinya lebih cenderung ke arah negatif, di mana sentimen dari melonjaknya kembali kasus virus corona (Covid-19) di Eropa menjadi perhatian pasar pada pekan ini.
Sebelumnya pada pekan lalu, kasus virus corona (Covid-19) di Benua Eropa melonjak puluhan kali lipat dan membuat pemerintah di berbagai negara kembali mengambil tindakan tegas.
Austria menjadi sorotan dunia setelah memilih kembali mengimplementasikan karantina wilayah (lockdown) berskala nasional. Sementara itu Jerman memilih untuk membatasi mobilitas masyarakat yang belum divaksinasi.
Kecemasan akan kembalinya lockdown berskala global tentunya dapat kembali mengurangi sikap optimisme pasar terhadap pemulihan ekonomi global. Sehingga jika hal tersebut terjadi, maka investor akan cenderung kembali memburu aset safe haven seperti obligasi pemerintah.
Di dalam negeri, meskipun kasus Covid-19 terus melandai, tetapi ada yang perlu diperhatikan oleh pasar, yakni kemungkinan diumumkannya pengetatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Pemerintah mengantisipasi kembali terjadinya lonjakan di akhir tahun ini. Oleh karena itu pemerintah rencananya akan menerapkan PPKM level 3 di seluruh wilayah Indonesia mulai 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022.
Beralih ke Amerika Serikat (AS), yield surat berharga pemerintah (Treasury) berbalik menguat pada pagi hari ini waktu AS, karena investor masih berfokus pada calon ketua baru dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Melansir data CNBC International, yield Treasury acuan bertenor 10 tahun menguat 4,5 bp ke level 1,581% pada pukul 06:10 pagi waktu AS, dari sebelumnya pada penutupan perdagangan Jumat (19/11/2021) pekan lalu di level 1,536%.
Presiden AS, Joe Biden akan mengumumkan pilihannya untuk kursi 'bos' The Fed dalam beberapa hari mendatang, di mana kandidat calon ketua baru saat ini yakni Jerome Powell dan Gubernur Lael Brainard.
Jika Brainard dicalonkan, banyak yang mengharapkan kebijakan moneter bisa lebih dovish lagi, yang berarti The Fed mungkin perlu waktu lebih lama untuk menarik kembali langkah-langkah stimulus daruratnya.
Namun, David Pierce, direktur pelaksana GPS Capital Markets, mengatakan kepada CNBC International pada hari ini bahwa dia pikir kebanyakan orang mengharapkan pendekatan Powell dengan Brainard terhadap kebijakan moneter menjadi 'sangat mirip'.
Pierce sebenarnya menyarankan bahwa fokusnya harus pada pendekatan mereka untuk mengubah cara bank dan lembaga keuangan yang diatur oleh The Fed, karena ini dapat menempatkan 'kemacetan besar yang nyata di pasar pinjaman' AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)