
Pergerakan di Pasar NDF Beri Sinyal Rupiah Bisa Balik Menguat

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah tertahan di zona merah melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Senin (22/11). Spekulasi bank sentral AS (The Fed) akan mempercepat laju tapering membuat rupiah tertekan. Meski demikian, di sisa perdagangan hari ini, rupiah memiliki peluang bangkit.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah tipis 0,04% di Rp 14.240/US$. Tidak lama depresiasi rupiah bertambah menjadi 0,18% ke Rp 14.260/US$ dan bertahan di level tersebut hingga pukul 9:10 WIB.
Di sisa perdagangan hari ini, rupiah berpeluang bangkit melihat pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
Periode | Kurs Pukul 8:54 WIB | Kurs Pukul 11:54 WIB |
1 Pekan | Rp14.260,20 | Rp14.239,5 |
1 Bulan | Rp14.294,50 | Rp14.271,0 |
2 Bulan | Rp14.304,00 | Rp14.319,0 |
3 Bulan | Rp14.390,00 | Rp14.367,0 |
6 Bulan | Rp14.495,00 | Rp14.509,0 |
9 Bulan | Rp14.645,00 | Rp14.657,0 |
1 Tahun | Rp14.844,70 | Rp14.824,2 |
2 Tahun | Rp15.362,00 | Rp15.390,5 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Seperti diketahui sebelumnya, The Fed pada 4 November lalu mengumumkan mulai melakukan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) sebesar US$ 15 miliar setiap bulannya, dimulai bulan ini.
Dengan nilai QE saat ini sebesar US$ 120 miliar, maka perlu waktu 8 bulan hingga menjadi nol, atau QE berakhir.
Tetapi, semua berisiko berubah jika The Fed mempercepat laju tapering, guna meredam inflasi tinggi yang melanda AS. Wacana tersebut dilontarkan wakil ketua The Fed, Richard Clarida.
"Saya akan melihat data-data yang kami dapatkan mulai saat ini hingga rapat kebijakan moneter di bulan Desember, dan kemungkinan menjadi waktu yang tepat untuk mempercepat laju tapering," kata Clarida saat berbicara di San Francisco Fed's 2021 Asia Economic Policy Conference, Sabtu (20/11).
Jika benar The Fed mempercepat laju tapering, maka ada risiko terjadinya taper tantrum yang akan menekan rupiah meski tidak akan separah 2013.
Selain itu, yang paling menyita perhatian di pekan ini yakni kemungkinan digantinya ketua The Fed, Jerome Powell.
Masa kepemimpinan Powell akan berakhir di bulan Februari tahun depan, Presiden AS Joe Biden bisa memilihnya kembali untuk melanjutkan ke periode kedua.
Powell masih menjadi favorit untuk melanjutkan kepemimpinnannya. Namun, Biden saat ini sudah mewawancarai Powell dan salah satu kandidat lainnya Lael Brainard, wanita yang sudah menjabat dewan gubernur The Fed sejak 2014.
Keputusan apakah Powell akan diganti atau tidak bisa terjadi di pekan depan, dan bisa memberikan dampak signifikan ke pasar finansial, volatilitas pun diperkirakan akan meningkat.
Brainard dianggap lebih dovish ketimbang Powell, artinya jika dia ditunjuk besar kemungkinan The Fed akan mempertahan suku bunga rendah lebih lama, dan membuat dolar AS merosot sementara rupiah berpeluang menguat.
Untuk saat ini, di bawah kepemimpinan Powell, pasar melihat The Fed akan mulai menaikkan suku bunga di semester II tahun depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
