Rupiah sepekan

Banyak Sentimen Positif Dalam Negeri, Tapi Rupiah Kok Loyo?

Market - Aldo Fernando, CNBC Indonesia
20 November 2021 10:30
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto) Foto: Ilustrasi rupiah dan dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar mata uang rupiah loyo melawan dolar Amerika Serikat (AS) selama pekan ini. Padahal ada banyak sentimen positif dari dalam negeri.

Menurut data Refinitiv, nilai tukar rupiah melemah tipis 0,01% selama seminggu ini dan ditutup di posisi Rp 14.235/US$ di pasar spot, Jumat (19/11/2021).

Pada awal pekan, Senin (15/11/2021), rupiah sempat ditutup menguat 0,16% ke Rp 14.210/US$ di pasar spot. Salah satunya didorong data neraca dagang RI yang kembali surplus dalam 18 bulan beruntun.

Badan Pusat Statistik (BPS), melaporkan ekspor Indonesia pada Oktober 2021 mencapai US$ 22,03 miliar, naik 53,35% YoY dan 6,89% dibandingkan bulan sebelumnya.

Realisasi ini juga membawa ekspor Indonesia kembali menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah.

Sementara impor dilaporkan mencapai US$ 16,29 miliar, naik 51,06% YoY.

Dengan nilai ekspor dan impor tersebut, surplus neraca perdagangan Indonesia pada bulan Oktober sebesar US$ 5,74 miliar. Surplus tersebut menjadi rekor tertinggi sepanjang masa, melampaui rekor sebelumnya US$ 4,74 miliar yang tercatat pada Agustus lalu.

Setelah itu, rupiah melemah cenderung melemah, kendati sempat memangkas pelemahan pada Kamis ketika ditutup di Rp 14.225/US$. Hal itu seiring dengan kebijakan Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuannya di 3,5% untuk kali kesembilan sepanjang tahun ini.

Salah satu sentimen utama untuk rupiah pekan ini adalah soal investor asing yang keluar dari pasar obligasi Indonesia. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, terjadi capital outflow dari pasar obligasi sebesar Rp 23 triliun pada periode 1-11 November.

Keluarnya investor asing dari pasar obligasi menyusul kenaikan yield obligasi AS (treasury), sebagai respons tapering The Fed dan ekspektasi kenaikan suku bunga.

Pasar melihat, inflasi yang tinggi akan membuat Bank Sentral AS (The Fed) akan menaikkan suku bunga di tahun depan.

Berdasarkan perangkat FedWatch miliki CME Group, pasar kini melihat ada probabilitas The Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali di tahun depan.

Pada Jumat, rupiah kembali melemah 0,07%, di tengah data yang dirilis hari itu menunjukkan transaksi berjalan Indonesia mencetak surplus yang jumbo.

Bank Indonesia (BI) melaporkan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) membukukan surplus sebesar US$ 10,7 miliar pada kuartal III-2021. Jauh membaik ketimbang kuartal sebelumnya yang defisit US$ 0,4 miliar.

"Kinerja NPI tersebut ditopang oleh transaksi berjalan yang mencatat surplus, berbalik dari triwulan sebelumnya yang tercatat defisit, serta surplus transaksi modal dan finansial yang makin meningkat," sebut keterangan tertulis BI, Jumat (19/11/2021).

Transaksi berjalan pada kuartal III-2021 mencatat surplus US$ 4,5 miliar atau 1,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai itu juga membaik ketimbang kuartal sebelumnya yang minus US$ 2 miliar (0,7% PDB).

Surplus di kuartal III-2021 tersebut menjadi yang tertinggi sejak kuartal IV-2009.

Kinerja transaksi berjalan terutama dikontribusikan oleh surplus neraca barang yang makin meningkat, didukung oleh kenaikan ekspor non-migas sejalan dengan masih kuatnya permintaan dari negara mitra dagang dan berlanjutnya kenaikan harga komoditas ekspor utama di pasar internasional.

Transaksi berjalan menjadi faktor yang begitu krusial dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil.

TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Jurus Perry Warjiyo & BI Jaga Rupiah Dari Amukan Dolar AS


(adf/adf)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading