Wall Street Dibuka Variatif, Saham Teknologi Coba Menguat
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) tertekan pada pembukaan perdagangan Jumat (19/11/2021), di tengah kekhawatiran kembali akan munculnya gelombang baru pandemi Covid-19.
Indeks Dow Jones Industrial Average drop 155 poin (-0,4%) pukul 08:30 waktu setempat (20:30 WIB) dan selang 10 menit menjadi 190,25 poin (-0,53%) ke 35.680,7. S&P 500 susut 1,7 poin (-0,04%) ke 4.702,88. Namun, Nasdaq masih melesat 53,3 poin (+0,33%) ke 16,047.
Pasar diterpa kekhawatiran setelah Austria mengumumkan karantina wilayah (lockdown) secara nasional menyusul kenaikan kasus Covid-19. Jerman pada Kamis mengumumkan pembatasan aktivitas masyarakat yang belum divaksin menyusul munculnya gelombang keempat.
Saham United Airlines drop 2% sementara Delta dan American anjlok lebih dari 1%. Sementara itu, emiten yang terkait dengan aktivitas perjalanan juga tertekan, seperti Expedia (sebesar 1,9%) dan Airbnb (drop 2%).
Saham teknologi melemah mengikuti harga minyak dengan koreksi West Texas Intermediate (WTI) sebesar 2,5%. Sementara itu, saham NVIDIA melanjutkan reli dengan penguatan sebesar 1,8% berkat momentum laba bersih pekan ini.
Sepanjang pekan ini, indeks Dow Jones turun 0,6%, berpeluang mencetak koreksi pekan kedua secara berurutan. Indeks S&P 500 dan Nasdaq cenderung menguat dalam sepekan ini, masing-masing sebesar 0,5% dan 0,8%.
Indeks S&P 500 saat ini berpeluang mencetak reli mingguan yang keenam dan hanya terpaut 0,3% dari rekor tertingginya yang baru. Lebih dari 90% emiten konstituen indeks S&P 500 telah merilis kinerja keuangan kuartal III-2021, dan lebih dari 80% mencetak laba bersih di atas ekspektasi, menurut data Refinitiv, dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 41,5%.
"Dengan klaim tunjangan pengangguran berkisar di level terendah sebelum pandemi, pertanyaannya sekarang adalah apakah momentum itu akan berlanjut - baik dalam hal pemulihan ekonomi maupun kebangkitan pasar," tutur Mike Loewengart, Direktur Pelaksana Strategi Investasi E-Trade Financial seperti dikutip CNBC International.
Investor juga memantau siapa yang berpeluang menjadi pemimpin bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) karena Presiden AS Joe Biden diprediksi bakal mengumumkan nama kandidatnya akhir pekan ini.
Sebagian pelaku pasar memperkirakan The Fed akan lebih dovish (pro kebijakan moneter longgar) jika Lael Brainard terpilih, ketimbang Jerome Powell. Artinya, pengetatan suku bunga acuan atau kebijakan moneter ketat belum akan diimplementasikan dalam waktu dekat.
Di Washington, DPR AS berupaya meloloskan paket ekonomi Build Back Better senilai US$ 1,75 triliun. Senat direncanakan akan membahas pengesahan tersebut setelah berakhirnya masa reses liburan Thanksgiving.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)