Investor Memburu SBN Jangka Pendek, Harga Obligasi Menguat

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
19 November 2021 18:33
US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)
Foto: US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup cenderung beragam pada perdagangan Jumat (19/11/2021) akhir pekan ini, di tengah hadirnya sentimen positif dari surplusnya data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal ketiga tahun 2021.

Sikap investor di pasar SBN cenderung bervariasi pada hari ini, di mana pada SBN bertenor 1 hingga 10 tahun ramai dikoleksi oleh investor, di tandai dengan penurunan imbal hasil (yield) dan penguatan harga.

Sedangkan di SBN berjatuh tempo 15 dan tahun cenderung dilepas oleh investor, di tandai dengan kenaikan yield dan pelemahan harga. Di SBN berjangka waktu 25 dan 30 tahun cenderung stagnan di level 7,133% dan 6,808% pada perdagangan hari ini.

Melansir data dari Refinitiv, SBN bertenor 3 tahun menjadi SBN yang paling besar pelemahan yield-nya pada hari ini, yakni turun signifikan sebesar 22,1 basis poin (bp) ke level 3,593%. Sementara, yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara berbalik melemah 1,4 bp ke level 6,176%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Investor di pasar SBN cenderung merespon beragam dari rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III-2021. Bank Indonesia (BI) mencatat NPI membukukan surplus sebesar US$ 10,7 miliar pada kuartal III-2021. Kinerja NPI membaik dari kuartal sebelumnya. Pasalnya pada April-Juni, NPI Indonesia mengalami defisit US$ 0,4 miliar.

Surplus NPI ditopang oleh kinerja transaksi berjalan yang surplus US$ 4,5 miliar. Semua ini berkat neraca dagang barang RI yang juga surplus sebesar US$ 13,24 miliar pada periode yang sama. Ekspor Indonesia yang tumbuh signifikan menjadi pendorong terbesarnya.

Ekspor RI yang melesat sejalan dengan perekonomian global terutama negara-negara mitra dagang yang tetap solid dan kenaikan harga komoditas ekspor utama seperti batu bara hingga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang keduanya sempat tembus level all time high.

Beralih ke Amerika Serikat (AS), yield surat berharga pemerintah (Treasury) kembali melemah pada pagi hari ini waktu AS, karena investor sedang memantau pencalonan ketua bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed).

Melansir data CNBC International, yield Treasury acuan bertenor 10 tahun melemah 3,2 bp ke level 1,555% pada pukul 06:00 pagi waktu AS, dari sebelumnya pada penutupan perdagangan Kamis (18/11/2021) kemarin di level 1,587%.

Presiden AS, Joe Biden diperkirakan akan mengumumkan pilihannya untuk kursi bank sentral terpengaruh di dunia tersebut pada akhir pekan ini.

Sampai saat ini, ketua The Fed saat ini, yakni Jerome Powell diperkirakan akan dinominasikan kembali untuk peran tersebut. Namun, Biden juga telah mewawancarai Gubernur The Fed, Lael Brainard untuk mengisi ketua bank sentral Negeri Paman Sam tersebut.

Jika Brainard memenangkan pencalonan ketua The Fed, maka banyak yang mengharapkan The Fed bisa lebih dovish kembali, yang berarti dapat memperlambat sikap bank sentral untuk mengurangi program pembelian obligasi dan menaikkan suku bunga.

Selain karena pencalonan ketua The Fed, penurunan yield Treasury juga disebabkan oleh peningkatan kasus virus corona (Covid-19) di Eropa yang dapat melemahkan optimisme pasar akan pemulihan ekonomi global.

Austria mengumumkan pada hari ini bahwa mereka akan memasuki penguncian nasional (lockdown) keempat pada Senin (22/11/2021) pekan depan karena negara tersebut sedang dihadapi gelombang keempat Covid-19.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular