
PLTU Akan 'Pensiun', Ini Kata Produsen Batu Bara

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memiliki target netral karbon pada 2060 mendatang atau lebih cepat. Berdasarkan peta jalan yang dibuat pemerintah, pada tahun 2031 pemerintah akan memensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) tahap pertama untuk subcritical.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Perusahaan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) Dileep Srivastava mengungkapkan untuk merealisasikan pensiun dini PLTU membutuhkan proses dan dana yang cukup besar. Berdasarkan berbagai riset, untuk Indonesia setidaknya membutuhkan US$ 40 miliar untuk memulai pensiun dini PLTU. Untuk itu menurutnya langkah ini tidaklah mudah dan dibutuhkan proses.
"Oleh karena itu, energi terbarukan serta bahan bakar fosil seperti batu bara perlu hidup berdampingan sampai ada bahan baku alternatif yang hemat biaya. Apalagi permintaan listrik di Asia diperkirakan akan tumbuh pesat pasca-covid," ungkap Dileep dalam Closing Bell CNBC Indonesia, Kamis (18/11/2021).
Bukan cuma itu, negara juga harus memiliki modal dasar untuk bisa menghentikan penggunaan batu bara. Dia menambahkan yarat utamanya adalah transparansi, akurasi, dan kontrol yang terukur. Sementara untuk Indonesia akan butuh waktu lebih lama untuk mengganti batu bara, karena 70% listrik nasional masih mengandalkan batu bara.
"Indonesia butuh kekuatan penuh untuk bisa meninggalkan batu bara, karena Indonesia memiliki batu bara yang melimpah, dan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi 7% tentu akan sangat butuh dukungan energi," kata Dileep.
Penghentian penggunaan batu bara sudah mulai mencuat di berbagai negara selama 5-6 tahun terakhir. Selama ini, batu bara dianggap menjadi sebagai kontributor utama dalam emisi karbon, sekali karbon dioksida. Di sisi lain, batu bara masih berkontribusi 50% pada energi yang tersedia, bahkan kebutuhannya diperkirakan akan melonjak di masa pemulihan pasca pandemi.
Dileep menilai Indonesia tidak perlu terburu-buru menggunakan energi terbarukan seperti yang dilakukan beberapa negara seperti, China, Jerman, dan Inggris. Hingga 2030 Indonesia diperkirakan masih membutuhkan baru bara dan beberapa tahun setelahnya. Selain itu, penting bagi Indonesia untuk menurunkan impor bahan bakar fosil demi bahan bakar yang tersedia di dalam negeri seperti batu bara.
"Jadi kami terus berpikir selama 10 tahun ke depan ke arah hijau dan menawarkan hybrid dan melakukan hilirisasi melalui gasifikasi, kami senang bahwa pemerintah memberikan dorongan dan insentif," ujar Dileep.
Di sisi lain, BUMI juga terus melakukan upaya untuk mencegah perubahan iklim, seperti mengurangi emisi gas rumah kaca dan mulai melihat proyek gasifikasi dan metanol, yang setidaknya mulai bisa beroperasi pada 2024.
"Kami sedang menjajaki proyek hijau dan biru dengan tenaga angin dan matahari yang sangat ramah lingkungan di Sumatera. Termasuk juga energi yang berasal dari amonia," jelas Dileep.
Dia mengungkapkan dalam strategi jangka panjang atau 10-15 tahun ke depan adalah hilirisasi batu bara melalui anak usahanya Kaltim Prima Coal dan Arutmin Indonesia. Perusahaan akan berperan sebagai pemasok batu bara untuk proyek gasifikasi batu bara.
(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Private Placement Lagi, Utang BUMI Lunas?